Bisnis.com, JAKARTA — Deretan emiten bank jumbo seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia Tbk. (BBNI) telah melaporkan kinerja laba mereka sepanjang 2024. Bank jumbo pun membeberkan proyeksi tebaran dividen kepada pemegang saham mengacu kinerja laba tahun buku 2024.
Pada keseluruhan 2024, BCA telah membukukan laba bersih konsolidasi Rp54,8 triliun. Realisasi ini tumbuh 12,7% secara tahunan (year on year/yoy).
Sementara itu, BNI melaporkan kinerja laba bersih sebesar Rp21,5 triliun sepanjang 2024. Capaian laba ini naik 2,7% yoy.
Sua bank jumbo lainnya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) serta PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) akan melaporkan kinerja laba mereka beberapa waktu ke depan.
Mengacu laporan keuangan bulanan, BBRI sendiri telah membukukan laba bersih sebesar Rp50 triliun sampai November 2024, tumbuh 3,96% yoy. Lalu, BMRI membukukan laba bersih Rp47,17 triliun dalam periode sebelas bulan 2024, tumbuh 4,67% yoy.
Meski kinerja bottom line BBCA sepanjang 2024 memperlihatkan pertumbuhan, laju saham bank Grup Djarum itu justru terpantau jeblok. Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham BBCA turun 2,6% ke level Rp9.350 pada penutupan perdagangan akhir pekan ini, Jumat (24/1/2025), setelah kinerja diumumkan.
Baca Juga
Harga saham BBCA pun turun 4,59% dalam sepekan perdagangan terakhir dan melemah 5,56% sejak perdagangan perdana 2025 atau secara year to date (ytd).
"Kondisi ini [lesunya saham BBCA] mengindikasikan kecenderungan sell on news," tulis Head of Research Phintraco Sekuritas Valdy Kurniawan dalam risetnya pada Jumat (24/1/2025).
Saham BBCA memang banyak dijual pada perdagangan terakhirnya setelah mengumumkan capaian laba. Tercatat, nilai jual bersih atau net sell asing pada perdagangan terakhirnya mencapai Rp739,44 miliar.
Meski begitu, Phintraco Sekuritas masih memproyeksikan kinerja moncer saham BBCA. Phintraco Sekuritas merekomendasikan beli untuk BBCA dengan target harga saham di level Rp11.600 per lembar.
Seiring dengan laporan kinerja keuangannya, harga saham BBNI juga turun 0,86% ke level Rp4.610 pada perdagangan akhir pekan ini. Saham BBNI juga mencatatkan net sell asing sebesar Rp21,22 miliar.
Namun, harga saham BBNI masih menguat 2,44% dalam sepekan perdagangan dan naik 0,44% ytd.
Kemudian, harga saham BBRI turun 2,56% ke level Rp4.190 per lembar pada perdagangan terakhirnya. Saham BBRI pun banyak dijual dengan catatan net sell asing Rp132,65 miliar. Harga saham BBRI masih menguat 1,21% dalam sepekan, tetapi turun 0,48% secara ytd.
Selain itu, harga saham BMRI turun 0,81% ke level Rp6.125 per lembar. Akan tetapi, harga saham BMRI naik 3,38% dalam sepekan dan naik 4,7% ytd.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai saham-saham bank jumbo, terutama bank pelat merah, prospektif ke depan seiring dengan penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Pandangan positif Felix turut diiperkuat dengan ancang-ancang tebaran dividen jumbo untuk tahun buku 2024.
"Ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan seperti suku bunga, kinerja perbankan, dan pembagian dividen," kata Felix kepada Bisnis pada beberapa waktu lalu.
BI memang telah memutuskan untuk memangkas suku bunga acuannya atau BI rate dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 14—15 Januari 2025. BI rate dipangkas 25 basis poin menjadi 5,75% setelah sebelumnya berada di level 6%.
Menurut Felix, pemangkasan BI rate akan menjadi katalis positif bagi saham bank jumbo ke depan. "Sebab, penurunan suku bunga acuan bisa menjadi dasar kebijakan penurunan cost of fund [biaya dana] atau suku bunga dasar kredit yang dapat juga memacu pertumbuhan ekonomi," paparnya.
Sementara itu, potensi tebaran dividen jumbo untuk tahun buku 2024 akan diumumkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) pada beberapa bulan ke depan.
Berkaca pada tahun lalu, BCA telah menebar dividen dengan rasio 68,47% dari laba bersih tahun buku 2023. Nilai tebaran dividen BBCA mencapai Rp33,28 triliun atau Rp270 per saham.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan perseroan selalu mengupayakan kenaikan nominal dividen yang dibayarkan kepada investor setiap tahunnya.
“Kami pernah janji kepada para investor, dividen yang dibayar BCA absolutnya itu harus lebih tinggi setiap tahun. Kecuali mungkin pada 2020 saat Covid-19, ya, karena saat itu profitnya negative growth 5%,” katanya dalam konferensi pers kinerja keuangan BCA 2024 pada beberapa waktu lalu.
Sementara itu, rasio pembayaran dividen BBNI pada tahun buku 2023 berada di level 50% dari laba bersih atau setara Rp10,45 triliun. Persentase tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan tahun buku 2022 dengan rasio 40% dari laba bersih yang setara dengan Rp7,3 triliun.
Direktur Utama BNI Royke Tumilaar memperkirakan rasio pembagian dividen BNI tahun buku 2024 akan berada pada rentang 55% hingga 60%. Ia mengatakan perseroan berupaya meningkatkan rasio tebaran dividen atau dividend payout ratio di atas 50%, seiring dengan tingkat permodalan perseroan yang dinilai memadai.
“Kami nanti akan lihat kemampuan [modal] sampai lima tahun ke depan. Saya rasa dengan kami naikkan dividen sedikit juga enggak akan ada isu,” katanya kepada wartawan beberapa waktu lalu.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.