Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Menimbang Opsi Refinancing Obligasi di Era Pemangkasan Suku Bunga

Berdasarkan data PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), nilai obligasi jatuh tempo pada tahun ini mencapai Rp150,96 triliun.
Pengunjung beraktivitas di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (13/1/2025)./IBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Pengunjung beraktivitas di PT Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (13/1/2025)./IBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Sederet korporasi merancang strategi untuk melunasi obligasi dan sukuk jatuh tempo pada 2025 di tengah era pemangkasan suku bunga dan volatilitas pasar modal. 

Berdasarkan data PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI), nilai obligasi jatuh tempo pada tahun ini mencapai Rp150,96 triliun. Jumlah itu lebih tinggi dari tahun lalu Rp134,89 triliun. 

Nilai obligasi jatuh tempo yang lebih tinggi dinilai membuka peluang penerbitan obligasi yang lebih tinggi pada tahun ini. Selain itu, PHEI memperkirakan potensi penerbitan obligasi korporasi juga akan didorong oleh kebutuhan pendanaan korporasi untuk menunjang program-program pemerintah, seperti penghiliran, makan bergizi gratis, dan program 3 juta rumah. 

Untuk kuartal I/2025, data Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) yang diolah Bisnis menunjukkan bahwa obligasi korporasi senilai total Rp30,68 triliun akan jatuh tempo. Jumlah itu mencakup 41 seri obligasi korporasi. 

Dari sisi penerbit, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) Tbk. (SMF) menjadi issuer dengan nilai obligasi korporasi jatuh tempo paling besar sepanjang Januari-Maret 2025, yakni Rp3,83 triliun.

Selain SMF, nilai obligasi jatuh tempo jumbo pada kuartal I/2025 juga dimiliki PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) dengan total Rp3,2 triliun. Selanjutnya, disusul PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) dengan obligasi korporasi senilai Rp2,04 triliun yang akan jatuh tempo pada 8 Maret 2025.

Emiten menara Grup Saratoga PT Tower Bersama Infrastructure Tbk. (TBIG) bakal mengambil sejumlah opsi untuk melunasi pokok obligasi jatuh tempo tahun ini. TBIG mencatat total pokok obligasi sebesar Rp5,16 triliun yang mencakup empat seri surat utang.

Chief Financial Officer TBIG Helmy Yusman Santoso mengatakan sebagian besar pembayaran obligasi jatuh tempo itu bakal menggunakan dana internal perseroan.

“Untuk pembayaran obligasi yang jatuh tempo sebagian besar akan menggunakan dana internal,” kata Helmy kepada Bisnis, Selasa (21/5/2025).

Sisanya, kata Helmy, perseroan bakal menerbitkan surat utang atau pinjaman bank untuk melunasi obligasi jatuh tempo tersebut.

Menurut dia, opsi itu diambil di tengah penurunan suku bunga dari Bank Indonesia (BI) yang belakangan membuat cost of fund atau biaya pinjaman menjadi lebih menarik.

“Sebagian kecil akan menerbitkan surat utang atau pinjaman bank,” katanya.

Faktor Likuiditas Jadi Sorotan

Sementara itu, PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA) menegaskan kecukupan likuiditas perseroan untuk melakukan pembayaran pokok tiga seri obligasi yang akan jatuh tempo pada tahun ini senilai total Rp1,4 triliun. 

Direktur Chandra Asri Pacific Suryandi menuturkan perseroan memiliki kemampuan finansial yang baik untuk melunasi pokok obligasi dan utang jatuh tempo tahun ini. Emiten Grup Barito Pacific itu diklaim memiliki neraca yang kuat disertai dengan liquidity pool sekitar US$2 miliar pada posisi awal tahun ini. 

“Kami memiliki cadangan liquidity pool lebih dari 20 kali untuk memenuhi pembayaran jatuh tempo,” kata Suryandi saat dikonfirmasi Bisnis, Selasa (21/1/2025).

Selain itu, Suryandi berharap kinerja keuangan TPIA pada tahun ini bisa tumbuh signifikan seiring dengan rampungnya proses akuisisi kilang minyak Shell Energy and Chemicals Park Singapore (SECP).

Di sisi lain, Suryandi memperkirakan cost of fund dari pasar obligasi tahun ini relatif lebih rendah didorong sentimen penurunan suku bunga dari Bank Indonesia (BI). Seperti diketahui, Bank Indonesia menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,75% pada Rapat Dewan Gubernur Januari 2025.

Terkait dengan kurs, kebijakan Bank Indonesia dinilai ikut meringankan biaya nilai tukar mata uang asing untuk perseroan. 

“Kami juga menghasilkan dolar Amerika Serikat dan mendukung Indonesia untuk meningkatkan neraca perdagangannya,” imbuhnya. 

Senada, PT Sinar Mas Agro Resources & Technology Tbk. (SMAR) telah menyiapkan dana untuk pelunasan pokok Obligasi Berkelanjutan III SMART Tahap III Tahun 2022 Seri B.

Seperti diketahui, pokok obligasi berkelanjutan itu bakal jatuh tempo pada tanggal 16 Februari 2025 dengan nilai mencapai Rp625 miliar.

“Ketersediaan dana atas pembayaran pokok ini didukung oleh kinerja keuangan dan likuiditas perseroan yang baik,” kata Wakil Direktur Utama SMAR Jimmy Pramono lewat keterbukaan informasi, dikutip Selasa (21/1/2025).

Jimmy menuturkan dana pelunasan pokok termasuk pembayaran bunga atas obligasi itu akan disetorkan ke dalam rekening KSEI.

“Akan disetorkan tepat waktu sesuai jadwal yang telah ditentukan,” kata Jimmy.

Berdasarkan data KSEI, SMAR memiliki 4 seri obligasi yang akan jatuh tempo pada tahun ini dengan nilai keseluruhan mencapai Rp1,87 triliun.

Faktor Pemangkasan Suku Bunga

Dari kacamata analis, pemotongan suku bunga Bank Indonesia (BI) dan ekspektasi pemangkasan lanjutan dari The Fed menjadi angin segar bagi emiten untuk melunasi obligasi yang akan jatuh tempo.

Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management (HPAM) Reza Fahmi berpendapat sentimen penurunan suku bunga akhir-akhir ini bisa menjadi momentum perusahaan untuk melunasi obligasi jatuh tempo mereka.

“Dengan kondisi suku bunga yang lebih rendah, refinancing melalui penerbitan obligasi baru bisa menjadi solusi yang lebih murah,” kata Reza saat dihubungi, Selasa (21/1/2025).

Reza menerangkan penurunan suku bunga BI (BI Rate) belakangan membuat cost of funds lebih menarik bagi perusahaan. Dia memperkirakan yield obligasi bakal turun yang membuat biaya penerbitan obligasi menjadi lebih rendah.

“Namun, kemampuan perusahaan untuk melunasi obligasi juga sangat bergantung pada kinerja keuangan dan arus kas mereka,” kata dia.

Seperti diketahui, terdapat sekitar Rp152,6 triliun seri obligasi korporasi yang akan jatuh tempo pada tahun ini. Sementara itu, fasilitas penawaran umum berkelanjutan (PUB) yang tersisa untuk tahun ini sampai dengan 2027 mencapai sekitar Rp227,5 triliun.

Ihwal sisa fasilitas PUB itu, sekitar Rp170,4 triliun akan jatuh tempo pada 2025 dan Rp170,4 triliun akan jatuh tempo pada 2026.

Associate Director Fixed Income Anugerah Sekuritas Ramdhan Ario Maruto menilai pasar obligasi korporasi tahun ini bakal lebih likuid dengan sentimen penurunan suku bunga bank sentral.

Ramdhan memproyeksikan yield obligasi negara ritel atau ORI dan korporasi bakal mulai mengalami penurunan paruh pertama tahun ini. Menurut hitung-hitungannya, yield ORI bakal bergerak ke level 6,7% yang diikuti dengan penyesuaian yield obligasi korporasi.

“Kalau yield korporasi tergantung dari durasinya, rating-nya dan industrinya seperti apa,” kata Ramdhan saat dihubungi, Selasa (21/1/2025).

Terpisah, Vice President Credit Analyst Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Teddy Hariyanto memproyeksikan penerbitan obligasi korporasi pada tahun ini bakal tumbuh dibandingkan dengan capaian sepanjang 2024. Mandiri Sekuritas memproyeksikan penerbitan obligasi korporasi tahun ini mencapai sektiar Rp145 triliun sampai dengan Rp160 triliun.

“Penerbitan obligasi korporasi pada 2025 akan dipengaruhi oleh banyaknya obligasi yang jatuh tempo, sisa fasilitas penawaran umum berkelanjutan yang dimilik emiten dan emiten baru,” katanya saat dihubungi, Selasa (21/1/2025).

Teddy mengatakan sebagian emiten yang masih memiliki sisa fasilitas PUB bakal terus memonitor kondisi pasar keuangan global dan domestik di tengah ekpektasi penurunan suku bunga The Fed dan Bank Indonesia tahun ini. 

“Kami berharap bahwa sebagian besar obligasi korporasi yang jatuh tempo ini akan di-refinance dengan penerbitan obligasi baru,” tuturnya. 

Dari sisi permintaan, dia berpendapat, likuiditas investor institusional bakal tetap kuat sepanjang tahun ini untuk mendukung pasokan obligasi korporasi di pasar. 

Dia menambahkan preferensi investor bakal tetap berpihak pada obligasi korporasi dengan peringkat A hingga AAA dan tenor rata-rata 1,3 sampai 5 tahun. 

“Ekspektasi penurunan suku bunga the Fed dan Bank Indonesia pada 2025 akan menjadi sentimen positif yang dapat menyebabkan imbal hasil obligasi pemerintah yang lebih rendah dan berkurangnya premi risiko,” katanya. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper