Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Tunggu Data Cadangan Devisa, Rupiah Dibuka Melemah ke Level Rp16.173 per Dolar AS

Rupiah dibuka melemah ke posisi Rp16.173 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Rabu (8/1/2025).
Karyawan memperlihatkan Rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang asing di Jakarta, Senin (21/10/2024)./ JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan memperlihatkan Rupiah dan dolar AS di salah satu tempat penukaran uang asing di Jakarta, Senin (21/10/2024)./ JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah dibuka melemah ke posisi Rp16.173 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Rabu (8/1/2025). 

Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka pada perdagangan dengan turun 0,19% atau 30,5 poin ke posisi Rp16.173 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terlihat melemah 0,11% ke posisi 108,410.

Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS. Yen Jepang menguat 0,05%, won Korea menguat 0,10%, rupee India menguat 0,12%, dan dolar Hong Kong menguat 0,01%.

Sementara itu mata uang yang melemah di antaranya, dolar Singapura melemah sebesar 0,02%, peso Filipina melemah 0,36%, yuan China melemah sebesar 0,05%, baht Thailand melemah 0,04%, ringgit Malaysia melemah 0,26%, dan dolar Taiwan melemah sebesar 0,24% per dolar AS. 

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi telah memprediksi bahwa untuk perdagangan hari ini (8/1) mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif tetapi berpotensi ditutup melemah direntang Rp16.130-Rp16.200 per dolar AS.

Dia mengatakan bahwa pada perdagangan kemarin (7/1/2025) mata uang rupiah ditutup menguat 55 poin ke level Rp16.142, setelah sebelumnya sempat menguat 65 poin ke level Rp16.198 per dolar AS.

Ibrahim mengatakan bahwa ada sentimen dari pasar yang merespon positif bergabungnya Indonesia ke dalam kelompok BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) merupakan langkah strategis yang dapat meningkatkan posisi tawar Indonesia di kancah global. Khususnya, di mata OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development).

Menurutnya, Indonesia merupakan kekuatan ekonomi potensial di Asia, potensi itu harus di unlock dengan lebih berani mengambil sikap. Dia mengungkap bahwa keputusan bergabung BRICS justru akan meningkatkan posisi tawar Indonesia di mata OECD yang selama ini seolah diposisikan tidak setara dengan negara lain.

Terkait agenda dedolarisasi yang menjadi salah satu agenda BRICS, dia mengatakan bahwa fenomena ini akan terjadi secara alami seiring menurunnya dominasi ekonomi Amerika Serikat (AS). Peran ekonomi AS di dunia meskipun akan tetap penting, namun cenderung menurun akibat munculnya kekuatan baru seperti China, India, Rusia, Brasil, Meksiko, atau bahkan Indonesia.

Ibrahim menjelaskan bahwa tren dedolarisasi akan lebih banyak terjadi dalam konteks perdagangan antar anggota BRICS, seperti yang telah diterapkan China dan Rusia dengan menggunakan mata uang lokal untuk 90% transaksi ekspor-impor mereka. Namun, untuk terciptanya mata uang alternatif global atau sistem transfer pengganti SWIFT kemungkinan sangat sulit.

Menurutnya, keanggotaan Indonesia di BRICS  membuka peluang kerja sama di berbagai bidang, seperti teknologi, ketahanan pangan, dan perubahan iklim dan ini merupakan langkah strategis untuk memperluas pengaruh dan memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Erta Darwati
Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper