Bisnis.com, JAKARTA — Sederet emiten otomotif seperti PT Astra International Tbk. (ASII) dan PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. (IMAS) masih mencatatkan kinerja saham yang jeblok pada tahun ini, dipengaruhi oleh tren suku bunga acuan yang masih tinggi.
Berdasarkan data RTI Business, harga saham ASII turun 2,2% pada perdagangan kemarin, Kamis (21/11/2024) ditutup di level Rp4.890 per lembar. Harga saham ASII juga masih turun 5,65% dalam sebulan dan turun 12,74% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd).
Begitu juga dengan harga saham IMAS yang turun 2,94% pada perdagangan kemarin, ditutup di level Rp990 per lembar. Harga saham IMAS juga jeblok 20,47% dalam sebulan perdagangan dan jeblok 27,6% ytd.
Saham emiten sektor otomotif lain seperti PT Industri dan Perdagangan Bintraco Dharm Tbk. (CARS) dan PT Putra Mandiri Jembar Tbk. (PMJS) pun masih berkinerja jeblok pada tahun ini. Harga saham CARS turun 20% ytd dan PMJS turun 11,97% ytd.
Lesunya saham emiten otomotif pada tahun ini terjadi di tengah tingginya suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Pada September 2024 lalu, BI memang telah menurunkan suku bunga acuannya 25 basis poin dari sebelumnya 6,25% ke 6%.
Namun, BI menahan suku bunga acuan dalam dua bulan beruntun. Pada Rabu (20/11/2024), BI pun memutuskan untuk menahan suku bunga acuan alias BI Rate di level 6%.
Baca Juga
"BI agak hati-hati, karena ada dinamika ekonomi politik internasional yang berkembang ke depan," ujar Senior Market Chartist Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta, Kamis (21/11/2024).
Meski begitu, menurutnya ke depan masih ada harapan penurunan suku bunga acuan BI yang dapat mendorong ekspansi kredit kendaraan. Penurunan suku bunga acuan diharapkan dapat memberikan sentimen positif bagi saham-saham otomotif seperti ASII dan IMAS.
Akan tetapi, ada tantangan lainnya yang kemudian dihadapi emiten otomotif, yakni rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12%. "Kenaikan PPN Jadi tantangan ASII dalam memperkuat kinerja bisnis otomotif khususnya, jika tidak dimitigasi, akan menghambat kinerja penjualan," tutur Nafan.
Sebagaimana diketahui, pemerintah akan mulai memberlakukan kenaikan tarif PPN menjadi 12% dari sebelumnya 11% pada awal 2025. Dalam catatan Bisnis.com, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberi sinyal bahwa penerapan PPN 12% tahun depan tidak akan ditunda.
Pasalnya, Undang-undang (UU) No.7/2021 telah mengamanatkan bahwa PPN harus naik sebesar 1%, dari 11% menjadi 12%, pada 1 Januari 2025.
Kendati begitu, Bendahara Negara memastikan bahwa kenaikan PPN menjadi 12% tidak terjadi pada semua barang dan jasa. Kebutuhan pokok, pendidikan, kesehatan, dan transportasi merupakan barang/jasa yang termasuk ke daftar PPN dibebaskan
Sebelumnya, Analis Kiwoom Sekuritas Vicky Rosalinda mengatakan laju suku bunga acuan memang dapat menjadi sentimen kuat bagi pergerakan saham emiten otomotif seperti ASII dan IMAS.
Namun, terdapat ganjalan lain bagi emiten otomotif yakni persaingan pasar yang ketat seiring dengan gencarnya ekspansi pemain baru dari China. Tantangan lainnya adalah perubahan regulasi pemerintah terkait emisi gas buang serta standar keselamatan kendaraan yang dapat meningkatkan biaya produksi.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.