Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak dunia melanjutkan tren kenaikannya pada perdagangan Kamis (31/10/2024) setelah persediaan minyak mentah Amerika Serikat menyusut, dan sikap pasar yang masih memantau Timur Tengah untuk melihat potensi gejolak.
Mengutip Bloomberg, harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) terpantau naik 0,5% Dan diperdagangkan pada level US$68,96 per barel setelah naik 2,1% pada perdagangan Rabu (30/10/2024) kemarin. Sementara itu, harga minyak jenis Brent naik 2% ke level US$72,55 per barel.
Pergerakan harga minyak dipengaruhi oleh menurunnya cadangan minyak Amerika Serikat (AS). Berdasarkan data Energy Information Administration (EIA), stok minyak mentah, bensin, dan sulingan AS—kategori yang mencakup solar—semuanya menurun pada pekan lalu.
Minyak anjlok pada awal minggu ini setelah serangan Israel kepada Iran, dan dorongan baru untuk mengakhiri konflik dengan Hizbullah.
Namun demikian, laporan dari Standard Chartered Plc menyebut, pasar telah berelaksasi terlalu cepat terhadap risiko-risiko di Timur Tengah, dan kembalinya permusuhan dapat meningkatkan harga.
Adapun, dikutip dari Reuters, Toshitaka Tazawa, analis di Fujitomi Securities mengatakan, penurunan stok bensin AS yang mengejutkan memberikan peluang pembelian karena permintaan tampak lebih kuat dari yang diperkirakan.
Baca Juga
"Ekspektasi potensi penundaan peningkatan produksi OPEC+ juga mendukung. Jika mereka menunda, WTI dapat pulih ke level US$70," katanya.
Adapun, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya atau disebut OPEC+ dikabarkan dapat menunda rencana peningkatan produksi minyak pada Desember selama satu bulan atau lebih karena kekhawatiran atas lemahnya permintaan minyak dan meningkatnya pasokan.
Kelompok ini dijadwalkan untuk meningkatkan produksi sebesar 180.000 barel per hari (bph) pada bulan Desember. Sebelumnya, OPEC+ juga telah menunda kenaikan dari Oktober lalu karena jatuhnya harga.
Pasar komoditas dan keuangan akan menghadapi dua peristiwa penting pada minggu depan yang dapat membuat harga menjadi kacau—pemilu AS dan pertemuan badan legislatif tertinggi China, dengan investor yang mengamati upaya stimulus tambahan untuk menghidupkan kembali perekonomian Beijing.