Bisnis.com, JAKARTA — Saham emiten-emiten yang memiliki lini bisnis emas mayoritas mengalami apresiasi harga tersengat sentimen rekor harga emas di pasar global.
Berdasarkan data Bloomberg, pada Selasa (17/9/2024), harga emas sempat naik sebesar 0,5% ke level tertinggi US$2,589.70 per troy ounce pada perdagangan Senin waktu AS, melanjutkan reli 3,2% pada minggu lalu.
Logam mulia menguat jelang pertemuan The Fed pada 17-18 September 2024 diperkirakan akan menghasilkan penurunan suku bunga setidaknya 25 basis poin.
Bursa Efek Indonesia mencatat sedikitnya ada tujuh emiten yang memiliki lini bisnis emas. Di antara jajaran tersebut, saham PT Bumi Resources Minerals Tbk. (BRMS) memimpin penguatan harga pada hari ini.
Saham BRMS naik 3,12% ke posisi Rp165. Meski begitu, BRMS masih melemah 2,94% secara year-to-date (YtD).
Selain BRMS, saham PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam juga terapresiasi dengan kenaikan 3% ke posisi Rp1.375 per saham. Senasib, saham produsen logam mulia itu masih terkoreksi 19,35% secara YtD.
Penguatan harga saham juga dialami emiten emas lainnya, yaitu saham PT J Resources Asia Pacific Tbk. (PSAB) yang naik 2,27%, saham PT Archi Indonesia Tbk. (ARCI) menguat 1,41%, saham PT United Tractors Tbk. (UNTR) naik 0,85%, dan saham PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) naik tipis 0,44%.
Berbanding terbalik, saham PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) justru melaju di zona merah dengan penurunan 1,45% ke posisi Rp10.175 per saham. Meski begitu, saham AMMN sudah melonjak 55,43% sejak awal tahun ini.
Kinerja Saham Emiten yang Memiliki Lini Bisnis Emas
Kode Saham |
Harga Saham (Rp) |
Kinerja Saham 1 Hari |
Kinerja Saham YtD |
AMMN |
10.175 |
-1,45% |
55,34% |
UNTR |
26.575 |
0,85% |
17,46% |
MDKA |
2.300 |
0,44% |
-14,81% |
ARCI |
288 |
1,41% |
-29,41% |
PSAB |
272 |
2,27% |
206,82% |
ANTM |
1375 |
3% |
-19,35% |
BRMS |
165 |
3,12% |
-2,94% |
Sumber: Bloomberg, diolah.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi menyatakan ada indikasi harga emas dunia akan mencapai level US$2.600 per troy ounce dalam dua hari mendatang.
Menurut Ibrahim, indikasi kenaikan harga emas dunia dipengaruhi oleh empat sentimen utama. Pertama, spekulasi penurunan suku bunga acuan oleh bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed, dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) pada pekan ini.
“Setelah data pengangguran yang stagnan, ada indikasi bahwa bank sentral AS mungkin akan menurunkan suku bunga tidak hanya 25 basis poin, tetapi 50 basis poin,” ujar Ibrahim kepada awak media, Senin (16/9/2024).
Dia menuturkan pelaku pasar saat ini tengah menantikan pernyataan bank sentral AS terkait dengan peluang penurunan suku bunga acuan hingga 110 basis poin (bps). Spekulasi tersebut akhirnya melemahkan greenback dan memperkuat harga emas.
Faktor kedua, memanasnya bursa pemilihan presiden AS. Ketiga, perlambatan ekonomi di China akibat masalah gagal bayar obligasi properti dan penurunan neraca perdagangan.
Keempat, negara-negara yang sedang mengalami konflik, seperti di China, Taiwan, Rusia, Eropa, dan Timur Tengah membeli emas secara besar-besaran sebagai aset pelindung (safe haven) guna mempersiapkan diri jika terjadi perang dalam skala besar.
“Empat faktor ini yang membuat harga emas dunia kembali mengalami kenaikan yang cukup signifikan, bahkan pada bulan September ini, harga emas dunia kemungkinan akan menyentuh level US$2.700 per troy ounce,” ucap Ibrahim.
Sementara itu, Goldman Sachs dalam laporannya menyampaikan terdapat melihat beberapa penurunan taktis terhadap harga emas berdasarkan skenario pemotongan suku bunga The Fed sebesar 25 basis poin pada Rabu (18/9/2024).
"Kami mengulangi rekomendasi perdagangan emas jangka panjang kami dan target harga kami sebesar US$2.700 per troy ounce pada awal 2025,” jelas .
Goldman Sachs mencatat bahwa meskipun permintaan yang lebih tinggi secara struktural dari bank sentral telah mengatur ulang hubungan pada tingkat harga, perubahan suku bunga terus mendorong fluktuasi harga emas.
Hal ini juga menunjukkan bahwa instrumen exchange traded funds (ETF) di bursa yang didukung oleh emas fisik secara konsisten meningkat seiring dengan penurunan suku bunga kebijakan Federal Reserve.
-----------
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.