Bisnis.com, JAKARTA — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penghimpunan dana di pasar modal telah mencapai Rp135,25 triliun sampai Agustus 2024.
Penghimpunan dana itu termasuk dana yang diperoleh 28 emiten baru yang melaksanakan initial public offering (IPO) dengan nilai emisi sebesar Rp4,39 triliun.
“Sampai saat ini penghimpunan dana di pasar modal masih dalam tren positif,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi saat Konferensi Pers Hasil Rapat Dewan Komisioner OJK Agustus 2024 pada Jumat (6/9/2024).
Selain itu, Inarno menambahkan, terdapat 116 pipeline penawaran umum perdana dengan perkiraan indikatif Rp41,7 triliun yang masih dikaji otoritas keuangan. Inarno menyebut sejauh ini belum ada calon emiten yang menyampaikan membatalkan aksi IPO kepada OJK.
Pipeline aksi korporasi itu terdiri atas rencana 87 IPO dengan nilai indikatif Rp15,23 triliun, 4 penawaran umum terbatas (PUT) atau rights issue Rp1,93 triliun, 9 efek bersifat utang dan sukuk (EBUS) senilai Rp9,06 triliun, dan penawaran umum berkelanjutan (PUB) EBUS tahap I, II, dan seterusnya sebanyak 16 dengan indikasi nilai penggalangan dana Rp15,51 triliun.
“Kami harapkan sampai akhir tahun target kami tercapai. Ini juga memperlihatkan pasar modal ini masih menarik minat calon emiten,” katanya.
Seperti diberitakan Bisnis, OJK menargetkan penghimpunan dana di pasar modal dapat menembus Rp200 triliun pada tahun ini.
Sebelumnya, aksi penawaran umum saham perdana tercatat sepi pada kuartal III/2024. Bursa Efek Indonesia (BEI) menjelaskan sepinya IPO pada Juli-September 2024 tidak berkaitan dengan rencana pengetatan peraturan BEI setelah terungkapnya kasus gratifikasi oknum BEI.
Hingga 30 Agustus 2024, BEI mencatat total 23 calon emiten yang berada dalam antrean atau pipeline IPO.
Meski demikian, jumlah pipeline IPO yang dimiliki BEI itu menurun dibandingkan dengan data hingga 9 Agustus 2024 yang terdapat 28 perusahaan. Padahal pada periode 9-30 Agustus tidak terjadi pencatatan saham baru atau listing di BEI.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menjelaskan tren IPO secara global memang tercatat turun 16%. Kawasan Asia Pasifik menjadi salah satu kawasan dengan penurunan IPO terdalam di tahun ini.
"Ini karena beberapa hal. Pertama, kondisi ekonomi, inflasi dan suku bunga tinggi. Lalu ada tensi geopolitik, perubahan iklim, dan pemilu yang terjadi pada 50% negara di dunia," kata Nyoman di Gedung BEI, Jakarta, Jumat (6/9/2024).
Nyoman menuturkan sampai Agustus 2024 memang terjadi penurunan jumlah IPO dan raihan dana IPO.