Bisnis.com, JAKARTA— Sejumlah emiten BUMN besar telah mulai mengungkapkan rencananya untuk pembagian dividen seiring dengan adanya patokan setoran baru.
Artikel bertajuk Kejar Target Setoran Dividen Emiten BUMN menjadi salah satu berita pilihan editor BisnisIndonesia.id. Selain berita tersebut, sejumlah berita menarik lainnya turut tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id.
Berikut ini sorotan utama Bisnisindonesia.id, Kamis (29/8/2024).
1. Kejar Target Setoran Dividen Emiten BUMN
Sejumlah emiten BUMN besar telah mulai mengungkapkan rencananya untuk pembagian dividen seiring dengan adanya patokan setoran baru.
Pemerintah menargetkan setoran dividen dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 mencapai Rp86 triliun,sebuah rekor baru jika berhasil dicapai. Sebelumnya setoran dividen dipatok sebesar Rp85,84 triliun pada tahun ini.
Kementerian Keuangan melaporkan total setoran dividen BUMN, yang berasal dari laba bersih 2023 telah mencapai Rp60,1 triliun pada semester I/2024. Adapun beberapa emiten yang telah menyampaikan komitmennya terkait dividen tahun bukan 2024 antara lain PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM), dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI).
Terkait dengan dividen tersebut, Direktur Keuangan & Manajemen Risiko PTBA Farida Thamrin tidak menjelaskan secara rinci lantaran kebijakan terkait rasio pembayaran dividen merupakan kewenangan pemegang saham dalam hal ini MIND ID.
“Jadi, nanti kami akan lihat berapa dividend payout ini tergantung dari keputusan pemegang saham dan kami hanya bisa mempersiapkan dana yang dibutuhkan apabila nanti ada keputusan dari pemegang saham,” ujarnya dalam Pubex Live 2024, Selasa (27/8/2024).
Sebagai catatan, pada Juni lalu, PTBA telah membagikan dividen tunai dari laba bersih tahun buku 2023 senilai Rp4,58 triliun atau setara Rp397,71 per saham. Jumlah itu mencerminkan dividend payout ratio 75% dari laba bersih perusahaan.
2. Tebaran Janji Dividen Tebal Bank Jumbo
Sejumlah bank jumbo, PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) menebarkan janji memerikan dividen tebal pada 2025.
BCA, misalnya menegaskan akan menjaga kinerja sehingga mampu memberikan kinerja moncer. Hal itu akan berimbas pada pemberian dividen kepada para pemegang saham berkapitalisasi pasar paling besar itu.
“Kami akan terus menunjukkan performance yang baik ke depan dan dengan sendirinya akan tertranslasi pada pemberian dividen yang lebih besar dari waktu ke waktu,” ujar Corporate Secretary BCA Raymon Yonarto dalam paparan publik, Rabu (28/8/2024).
Salah satu indikator yang menunjang performa perusahaan, yakni permodalan dan likuiditas. Tercatat, rasio pinjaman terhadap simpanan atau loan to deposit ratio (LDR) BCA mencapai 72,74% per Juni 2024 dengan modal berkisar pada 27%.
Dari sisi kebutuhan modal, dia menilai masih ada ruang untuk menyalurkan kredit secara ekspansif sehingga perusahaan memiliki kemampuan modal mumpuni untuk menebar dividen tebal. Hal itu meneruskan realisasi selama 5 tahun terakhir.
“Kalau dilihat track record, dividen kami selalu bertumbuh dari tahun ke tahun,” ujarnya.
Pada saat yang sama, Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim mengupayakan agar dividend per share (DPS) atau dividen per saham itu meningkat. “Yield bisa meningkat karena yield dibagi dengan rata-rata harga saham, kalau harga saham banyak koreksi yield bisa meningkat.”
3. Lima Komoditas Perikanan Budidaya Unggulan Ekspor
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengajak Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI) mengembangkan potensi perikanan budidaya berkelanjutan, khususnya pada lima komoditas unggulan ekspor, yakni udang, rumput laut, tilapia, lobster, dan kepiting.
Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono meminta ISPIKANI agar turut mengawal dan melaksanakan pengelolaan perikanan Indonesia menjadi episentrum pembangunan nasional untuk wujudkan Indonesia Emas 2045.
“Optimalkan perikanan dengan menempatkan ekologi sebagai panglima dan Ekonomi Biru menjadi mainstream,” katanya, Sabtu (24/8/2024).
Direktur Jenderal Perikanan Budi Daya Tb Haeru Rahayu mengatakan institusinya mendorong pengembangan budidaya lima komoditas perikanan tersebut karena besarnya potensi di dalam negeri di satu sisi, dan tingginya kebutuhan protein di masa depan di sisi lain.
Food and Agriculture Organization (FAO) memprediksi populasi penduduk dunia akan tumbuh lebih dari 30% pada 2050, yang mana pertumbuhan tersebut akan diikuti peningkatan kebutuhan protein global hingga 70%.
Indonesia memiliki potensi lahan perikanan budidaya diperkirakan mencapai 17,91 juta hektare, yang terdiri atas 2,96 juta hektare air payau, 2,83 juta hektare air tawar, dan 12,12 juta hektare air laut. Namun, pemanfaatan lahan tersebut sejauh ini baru mencapai 6%.
4. Angin Segar Tambahan Kuota FLPP Pasar Perumahan Subsidi MBR
Pemerintah memberikan angin segar bagi kalangan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dengan memberikan tambahan kuota rumah subsidi melalui skema fasilitas pembiayaan perumahan (FLPP).
Pada September mendatang, Pemerintah menambah kuota rumah subsidi sebanyak 34.000 unit rumah sehingga total FLPP tahun ini menjadi 200.000 unit rumah.
Adapun sebelumnya anggaran untuk merumahkan rakyat khususnya MBR dengan skema FLPP yang tahun ini hanya sebesar Rp13,72 triliun untuk membiayai 166.000 unit rumah. Di tahun lalu, anggaran FLPP mencapai Rp26,3 triliun untuk memasok sebanyak 229.000 unit rumah subsidi. Diproyeksikan alokasi kuota rumah subsidi tahun ini akan habis pada akhir Agustus.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bantuan FLPP ini sangat dibutuhkan bagi MBR. Dengan naiknya kuota FLPP diharapkan bisa mendorong kemampuan kelas menengah di sektor konsumsi, khususnya di bidang perumahan.
“Target kuota FLPP juga ditambah dari 166.000 unit, menjadi 200.000 unit mulai 1 September 2024,” ujarnya, Selasa (27/8/2024).
Penambahan kuota FLPP ini menjadi stimulus memperkuat kelas menengah yang dinilai sebagai motor penggerak perekonomian. Terlebih, masyarakat kelas menengah pola konsumsi di mana pengeluaran terbesar biasanya dari segi sektor untuk makanan minuman, diikuti dengan perumahan, kesehatan, pendidikan, hingga hiburan atau sektor jasa.
5. Mencari Celah Keluar dari Belenggu Impor LPG
Pemerintah terus berupaya memacu produksi impor gas minyak cair (liquefied petroleum gas/LPG) di dalam negeri agar Indonesia dapat keluar dari belenggu impor bahan bakar tersebut. Selama ini mayoritas kebutuhan LPG di dalam negeri masih dipenuhi oleh produk impor.
Dengan karakter gas yang diproduksi sumur minyak dan gas bumi (migas) dalam negeri selama ini yang didominasi oleh gas kering atau lean gas dengan konsentrasi tinggi metana dan etana, membuat produksi LPG di dalam negeri cenderung stagnan.
Di sisi lain, sejumlah lapangan migas di Indonesia teridentifikasi berpotensi mengandung bahan baku gas seperti propana (C3) dan butana (C4) atau rich gas yang dapat diolah menjadi LPG.
Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) migas agar mengoptimalkan investasi dan pengolahan lebih lanjut dari rich gas menjadi LPG, apalagi Indonesia juga memiliki cadangan rich gas yang belum dioptimalkan.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) belakangan juga menemukan adanya 12 lapangan migas yang berpotensi mengandung C3 dan C4 sebagai bahan baku LPG, seperti Lapangan Senoro-Toili (JOB PHE-Medco), Pulau Gading (PHE Jambi Merang), Lemang (Jadestone), dan Pandan (Tropik Pandan).
“Kami mendorong karena memang ada potensi untuk kita bisa mendapatkan tambahan produksi dari lapangan-lapangan kita, kira-kira sekitar 900.000 sampai 1 juta ton per tahun,” kata Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto saat ditemui di komplek Parlemen Senayan, Selasa (27/8/2024).