Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas emas terpantau menguat di awal pekan di tengah ekspektasi penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed). Harga Batu bara bervariatif dan crude palm oil (CPO) kian menguat.
Berdasarkan data Bloomberg pada perdagangan Senin (22/7/2024), harga emas di pasar spot menguat 0,39% ke level US$2.410,31 per troy ounce pada pukul 06.19 WIB. Dalam sepekan emas telah melemah sebesar 0,47%
Kemudian, harga emas Comex kontrak Desember 2024 menguat 054% ke level US$2.460 per troy ounce pada pukul 06.07 WIB, dan mencatatkan penguatan 0,89% dalam sepekan.
Mengutip Reuters, harga emas telah anjlok lebih dari 2% pada Jumat (19/7) seiring menguatnya dolar dan aksi ambil untung, menyusul harga emas mencapai titik tertinggi sepanjang masa di awal minggu ini.
"Selain aksi ambil untung, pasar sedang lesu karena narasi soft landing. Hal ini dapat menekan harga emas, karena investor akan mengalihkan uang dari investasi yang aman ke investasi yang lebih berisiko," jelas kepala operasi di Allegiance Gold, Alex Ebkarian.
Pihaknya juga melihat semakin banyak keputusan yang didorong oleh investasi menuntut peningkatan permintaan emas.
Menurut CME FedWatch Tool, pasar saat ini mengantisipasi peluang 98% bahwa Federal Reserve (The Fed) akan memangkas suku bunga pada September 2024. Daya tarik emas batangan yang tidak memberikan imbal hasil cenderung meningkat dalam lingkungan suku bunga yang rendah.
Harga Batu Bara
Berdasarkan data Bloomberg, harga batu bara kontrak Juli 2024 di ICE Newcastle menguat 0,07% ke level US$135,10 per metrik ton pada penutupan perdagangan Jumat (19/7). Dalam sepekan kontrak ini telah menguat 0,93%.
Sedangkan, kontrak Agustus 2024 melemah 0,07% ke level US$139 per metrik ton, namun mencatatkan penguatan sebesar 2,70% dalam sepekan.
Mengutip Reuters, Badan Energi Internasional (EIA) dalam laporan pada Jumat (19/7) mengatakan bahwa permintaan listrik global akan tubuh dalam laju tercepat dalam hampir 20 tahun pada 2024, didorong meningkatnya permintaan untuk pendingin udara karena meningkatnya suhu. Tren ini diproyeksi akan terus berlanjut hingga 2025.
Tren yang diperkirakan akan berlangsung hingga 2025 ini akan terus mendorong penggunaan listrik berbasis batu bara, meskipun ada peningkatan dalam produksi energi terbarukan.
Peningkatan penggunaan pendingin udara (AC) akan terus mendorong permintaan listrik, terutama setelah suhu global mencapai rekor tertinggi dan gelombang panas ekstrem.
"Pertumbuhan permintaan listrik global tahun ini dan tahun depan diperkirakan akan menjadi salah satu yang tercepat dalam dua dekade terakhir, menyoroti semakin besarnya peran listrik dalam perekonomian kita serta dampak gelombang panas yang parah," Jelas Direktur Pasar Energi dan Keamanan IEA, Keisuke Sadamori.
Harga CPO
Harga komoditas minyak kelapa sawit atau CPO berjangka pada penutupan perdagangan Jumat (19/7) kontrak Oktober 2024 menguat 23 poin ke 3.960 ringgit per ton di Bursa derivatif Malaysia. Dalam sepekan, kontrak ini mencatatkan penguatan sebesar 1,77%.
Kemudian, kontrak Agustus 2024 juga menguat 25 poin ke level 4.010 ringgit per ton, mencatatkan penguatan 1,65% dalam sepekan.
Mengutip Bernama, pedagang minyak sawit David Ng, kontak CPO pada minggu ini diperkirakan diperdagangkan dengan bias positif menjelang estimasi ekspor dan produksi utama minggu depan.
Dia juga mengantisipasi ekspor mendatang akan lebih kuat sementara estimasi produksi akan naik 5% secara bulanan (month-to-month/mtm).
“Oleh karena itu, kami perkirakan pasar akan diperdagangkan antara RM3.850 dan RM4.000 minggu depan,” pungkasnya.
Kemudian, pedagang minyak sawit senior Interband Group of Companies Jim Teh menuturkan bahwa pasar CPO diperdagangkan antara kisaran RM3.900 dan RM4.000 per ton.
Menurutnya, stok CPO tinggi karena nilai tukar ringgit saat ini yang tinggi, sehingga permintaan fisik dari India, China, Pakistan, negara-negara Timur Tengah, Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa diperkirakan akan meningkat.