Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas mencatatkan penguatan dalam perdagangan sepekan terakhir. Selain itu, komoditas batu bara dan CPO juga menguat dalam sepekan.
Berdasarkan data Bloomberg, harga emas di pasar spot ditutup menguat 1,51% ke level US$2.392,16. Sepanjang pekan ini, harga emas mencatatkan penguatan sekitar 2,79%.
Kemudian, harga emas Comex kontrak Agustus 2024 ditutup menguat 1,19% ke level US$2.397,70 dan mencatatkan penguatan sebesar 2,61% dalam sepekan.
Mengutip Reuters, harga emas melanjutkan penguatan pada perdagangan Jumat (5/7/2024) ke level tertinggi dalam satu bulan, menyusul data tenaga kerja utama Amerika Serikat (AS) yang menunjukkan pasar tenaga kerja melemah. Hal ini meningkatkan ekspektasi seputar penurunan suku bunga Federal Reserve (The Fed) pada September 2024.
"Emas diperdagangkan di level tertinggi satu bulan karena revisi gaji yang lebih rendah dan kenaikan tingkat pengangguran yang lebih tinggi membantu 'mengokohkan' penurunan suku bunga di bulan September," jelas pedagang logam independen yang berbasis di New York, Tai Wong.
Kemudian, menurutnya para investor menargetkan kenaikan harga kembali ke level tertinggi sepanjang masa di US$2.450 jika The Fed memberikan sinyal pada September 2024.
Baca Juga
Para pedagang juga memperkirakan meningkatnya kemungkinan pemotongan suku bunga kedua pada bulan Desember. Suku bunga yang lebih rendah mengurangi biaya untuk memegang emas yang tidak memberikan imbal hasil.
Harga Batu Bara
Berdasarkan data Bloomberg, harga batu bara kontrak Juli 2024 di ICE Newcastle melemah 0,55% ke level US$135,75 per metrik ton pada penutupan perdagangan Jumat (5/7). Dalam sepekan kontrak ini telah menguat 1,91%. Kemudian, batu bara kontrak Agustus 2024 juga melemah 0,33% ke US$137,45 per metrik ton, mencatatkan penguatan sebesar 2,84%.
Mengutip BigMint, aktivitas perdagangan batu bara termal Indonesia di India pada minggu ini masih melesu. Selain itu, beberapa harga batu bara Indonesia juga menurun.
Berdasarkan harga Free On Board (FOB), harga indeks batubara Indonesia untuk nilai kalor (CV) tinggi (5800 GAR) turun US$1,36 per ton menjadi US$92,33 per ton. Batubara CV sedang (4200 GAR) turun US$0,58 per ton, menjadi US$53 per ton, dan batubara CV rendah (3400 GAR) turun US$0,43 per ton menjadi $33,14 per ton.
Namun, harga batu bara termal Asia terlindungi dari penurunan lebih lanjut karena terbatasnya pasokan daripada meningkatnya permintaan. Walaupun produksi berkurang, permintaan konsumen utama yakni China dan India tetap lesu. Pembeli terus bersikap hati-hati dan menekan agar harga tetap rendah.
Sektor batubara Indonesia berhati-hati dengan pasokan dan kemungkinan tidak akan mencapai target produksi pemerintah untuk tahun 2024. Pasar tetap lemah dengan minat yang terbatas dari pedagang stok-dan-jual, serta kondisi cuaca yang mempengaruhi produksi.
Harga CPO
Harga komoditas minyak kelapa sawit atau CPO berjangka pada penutupan perdagangan Jumat (5/7) kontrak September 2024 melemah 27 poin ke 4.040 ringgit per ton di Bursa derivatif Malaysia. Namun dalam sepekan kontrak ini telah menguat sekitar 3,22%.
Kemudian kontrak Juli 2024 juga melemah 47 poin ke level 4.070 ringgit per ton, mencatatkan penguatan sekitar 2,82% dalam sepekan.
Mengutip Bernama, pedagang minyak sawit David Ng menuturkan bahwa kontrak berjangka CPO telah berakhir lebih rendah pada Jumat (5/7) karena kekhawatiran atas meningkatnya tingkat stok komoditas di dalam negeri.
Menurutnya permintaan yang melemah, terutama dari India dan dan sebagian dari China, turut menekan harga komoditas tersebut. Berdasarkan kinerja harga pada Jumat (5/7) pihaknya melihat level dukungan harga pada RM4.000 per ton dan level resistensi di RM4.100, per ton.
Kepala penelitian komoditas Sunvin Group yang berbasis di Mumbai, Anilkumar Bagani, juga mengatakan bahwa CPO berjangka melemah pada Jumat (5/7) karena aksi ambil untung, setelah adanya aksi pemulihan kuat dan menjelang akhir pekan yang panjang. Pasar Malaysia akan ditutup pada Senin (8/7).
"Minyak sawit sedang mencoba menyesuaikan diri sekarang karena permintaan dari pembeli utama India tampak melemah karena margin impor dan pengolahan yang tidak menguntungkan serta posisi stok yang relatif lebih baik," tambahnya.