Bisnis.com, JAKARTA - Harga batu bara ditutup menguat di tengah Indonesia yang tampak akan mencatatkan rekor ekspor. Harga CPO ditutup variatif.
Berdasarkan data Bloomberg, harga batu bara berjangka kontrak Maret 2024 di ICE Newcastle pada perdagangan Selasa (20/2/2024) mencatatkan penguatan sebesar 1,24% atau 1,50 poin ke level US$122,25 per metrik ton.
Sementara itu, kontrak pengiriman April 2024 juga menguat sebesar 1,08% atau 1,30 poin ke level US$122,05 per metrik ton.
Mengutip Reuters, Indonesia sebagai eksportir batu bara termal terbesar di dunia tampak berada pada jalur untuk memecahkan rekor penjualan pada tahun lalu, setelah proyeksi pengiriman Januari dan Februari 2024 melonjak hampir 25% dari tahun lalu (year-on-year/yoy).
Berdasarkan data pelacakan kapal dari Kpler, ekspor batu bara termal dan bitumen termal Indonesia, yang digunakan untuk pemangkit listrik, berada pada jalur yang tepat untuk mencapai 90 juta metrik ton pada dua bulan pertama 2024, naik 24% pada periode yang sama tahun lalu.
Pada setahun penuh 2023, ekspor Indonesia mencapai angka tertinggi baru yakni sebesar 504,6 juta ton. Jika laju ekspor ini dapat dipertahankan, maka tahun ini ekspor batu bara Indonesia akan memperoleh rekor tertinggi baru.
Baca Juga
Adapun, pasar utama bagi batu bara Indonesia pada tahun ini meliputi dari China sebesar 33%, India sebesar 15%, Korea Selatan sebesar 5,8% dan Filipina sebesar 5,1%, dari total pengiriman batu bara sejauh ini.
Di sisi lain, pada Selasa (20/2) Indonesia juga meluncurkan revisi taksonomi atau buku aturan investasi ramah lingkungan. Buku tersebut mengkategorikan pembangkit listrik tenaga batu bara yang digunakan di fasilitas nikel sebagai bagian dari transisi global menuju ekonomi hijau.
Harga CPO
Sementara itu, untuk harga CPO atau minyak kelapa sawit di Bursa Derivatif Malaysia pada Maret 2024 menguat 18 poin menjadi 3.981 ringgit per metrik ton.
Kontrak acuan Mei 2024 melemah -5 poin menjadi 3.860 ringgit per metrik ton.
Mengutip Reuters, harga minyak sawit Malaysia telah menurun pada Selasa (20/2) karenda data ekspor yang melemah. Namun, kekuatan minyak nabati saingannya dan produksi yang lebih lemah membatasi kerugian.
"Harga kelapa sawit ditutup bervariasi dengan bulan kontrak yang sedikit lebih tinggi dan lebih rendah. Campuran fundamental dari produksi yang lebih rendah dan ekspor yang lebih lemah membebani pasar pada paruh kedua dan mengabaikan harga minyak terkait yang lebih tinggi di bursa China," jelas pendiri Palm Oil Analytics, Sathia Varqa.
Adapun, berdasarkan data surveyor kargo pada Selasa (20/2) ekspor minyak sawit untuk 1-20 Februari 2024 telah menurun -3,4% menjadi 18,3% dari bulan sebelumnya.
Kontrak minyak kedelai di Dalian Commodity Exchange, DBYv1, naik 0,97%. Kontrak minyak kelapa sawit, DCPv1 naik 1,36%. Keduanya diperdagangkan pada level terbaiknya sejak 30 Januari 2024. Kontrak minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) BOc2 naik 0,35%.
Menurut analis teknikal Reuters, Wang Tao, minyak sawit mungkin menembus resistensi pada 3.891 ringgit per metrik ton dan naik ke kisaran 3.925-3.967 ringgit.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Ringgit malaysia ditutup melemah -0,24% terhadap dolar AS pada Selasa (20/2). Ringgit yang melemah membuat minyak kelapa sawit lebih menarik bagi pemegang mata uang asing.