Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara bergerak variatif menjelang libur Tahun Baru Imlek. CPO menguat dua hari berturut-turut mengikuti minyak nabati dan perkiraan melemahnya produksi.
Harga batu bara berjangka kontrak Februari 2024 di ICE Newcastle stagnan pada perdagangan Selasa (6/2/2024) yang sebelumnya mencatatkan penguatan 1,93% atau 2,25 poin ke level US$119 per metrik ton pada perdagangan Senin (5/2).
Sementara itu, kontrak pengiriman Maret 2024 ditutup melemah 1,42% atau 1,75 poin ke level US$121,90 per metrik ton.
Mengutip Reuters, libur Tahun Baru Imlek di China berlangsung selama sepekan dari 9-15 Februari 2024. Hal ini memungkinkan para pedagang dan pengguna akhir mengimpor lebih awal pada Januari 2024. Komoditas yang dibeli adalah minyak mentah, gas alam cair (LNG), batu bara termal, dan bijih besi.
Kemudian, impor komoditas utama China termasuk batu bara telah mengawali tahun baru dengan baik. Kpler memperkirakan Impor batu bara termal seaborne China sebesar 27,9 juta ton bahan bakar, yang sebagian besar digunakan untuk menghasilkan listrik.
Walaupun angka tersebut lebih rendah dari Desember 2023 yang sebesar 31,7 juta ton, Impor pada Januari 2024 jauh lebih tinggi dibandingkan Januari tahun sebelumnya yang sebesar 20,85 juta ton. Data tersebut melanjutkan tingginya tren kedatangan batu bara termal.
Baca Juga
Harga batu bara yang lebih murah dibandingkan dalam negeri, permintaan listrik yang menguat selama puncak musim dingin, dan pembangkit listrik tenaga air yang lebih rendah dari biasanya, telah menjadi sejumlah faktor yang meningkatkan selera China terhadap batu bara impor dalam beberapa bulan terakhir.
Harga CPO
Harga CPO atau minyak kelapa sawit di bursa derivatif Malaysia pada Maret 2024 menguat 49 poin menjadi 3.884 ringgit per metrik ton. Kemudian, kontrak April 2024 juga menguat sebesar 39 poin menjadi 3.841 per metrik ton.
Mengutip Reuters, minyak sawit berjangka Malaysia telah naik dua hari berturut-turut pada Selasa (6/2) mengikuti kenaikan minyak nabati pesaingnya dan perkiraan produksi yang melesu di negeri Jiran tersebut.
Seorang pedagang berbasis di Kuala Lumpur mengatakan bahwa minyak sawit pulih telah rebound seiring dengan pemulihan semalam di pasar minyak nabati pesaing.
"Jajak pendapat Dewan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) di bulan Januari yang menunjukkan produksi dan stok akhir yang lebih rendah, ditambah dengan melemahnya ringgit, juga membuat harga minyak sawit tetap positif,” jelasnya.
Berdasarkan survei Reuters sebelumnya, stok minyak sawit Malaysia diproyeksikan akan menurun selama tiga bulan berturut-turut hingga akhir Januari 2024. Hal ini sejalan dengan rendahnya produksi musiman.
Kemudian, menurut 10 pedagang, petani, dan analis, stok minyak sawit diperkirakan akan menurun menjadi 2,14 juta metrik ton pada Januari 2024, turun 6,62% dari Desember 2023. Produksi minyak sawit juga tercatat sebesar 1,37 juta ton pada Januari tahun ini, menurun 11,83% dari bulan sebelumnya.
Menurut lima dealer, impor minyak sawit India pada Januari 2024 juga telah menurun ke level terendah dalam tiga bulan. Hal ini karena perusahaan penyulingan meningkatkan pembelian minyak kedelai karena margin penyulingan minyak sawit mentah yang negatif
Kontrak minyak kedelai paling aktif di Dalian, DBYcv1, naik tipis 0,03%. Kontrak minyak kelapa sawitnya, DCPcv1, naik 0,99%. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT) BOcv1 naik 0,97%.
Badan Minyak Sawit Malaysia (MPOB) akan merilis data bulanannya pada 13 Februari 2024.
Permintaan CPO juga didorong oleh pelemahan ringgit. Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Ringgit malaysia ditutup melemah -0,39% terhadap dolar AS pada Selasa. Ringgit yang melemah membuat minyak kelapa sawit lebih menarik bagi pemegang mata uang asing.