Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara telah bergerak variatif dalam sepekan. CPO juga diproyeksikan akan meningkat pada minggu ini.
Berdasarkan data Bloomberg, harga batu bara berjangka kontrak Februari 2024 di ICE Newcastle telah menguat sebesar 0,65% atau 0,75 poin ke level 116,75 metrik ton pada perdagangan Jumat (2/2). Dalam sepekan, kontrak ini telah melemah sebesar -1,89%.
Kemudian, kontrak pengiriman Maret 2024 juga menguat 2,48% atau 2,90 poin ke level 119,90 per metrik ton. Berbeda dengan kontrak Februari 2024, kontrak ini telah menguat sebesar 2,35%.
Mengutip Reuters, pejabat senior pemerintah mengatakan bahwa India memperkirakan produksi batu bara domestik tumbuh 10,9% menjadi 1.134,8 juta metrik pada tahun fiskal yang berakhir pada Maret 2025. Produksi tersebut didorong oleh produksi yang lebih tinggi dari tambang perusahaan swasta.
Sentara itu, Coal India diperkirakan akan meningkatkan produksi sebesar 9%. Namun, pangsa produksi secara keseluruhan diperkirakan menurun menjadi 75% dari tahun 2022-2023 yang sebesar 80%.
Adapun, India juga akan mulai untuk mengoperasikan pembangkit listrik tenaga batu bara dengan kapasitas gabungan 13,9 gigawatt (GW) pada tahun ini, yakni peningkatan tahunan tertinggi setidaknya dalam enam tahun.
Baca Juga
Negeri Bollywood tersebut juga mengutip kekhawatiran mengenai keamanan energi di tengah meningkatnya permintaan listrik dan emisi per kapita yang rendah, untuk membela ketergantungan India yang tinggi pada batu bara.
Peningkatan kapasitas pada tahun 2024 akan melebihi empat kali lipat rata-rata tahunan dalam lima tahun terakhir. India menambah kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara sebesar 4 GW pada tahun 2023, yang terbesar dalam setahun sejak tahun 2019.
Harga CPO Harga CPO atau minyak kelapa sawit di bursa derivatif Malaysia pada Maret 2024 melemah -26 poin menjadi 3.790 ringgit per metrik ton. Dalam sepekan, kontrak ini telah melemah sebesar 5,22%.
Kemudian, kontrak April 2024 juga melemah sebesar -36 poin menjadi 3.762 per metrik ton, dan telah mencatatkan pelemahan sebesar -5,76% dalam sepekan.
Mengutip Bernama, kontrak berjangka minyak sawit (CPO) di Bursa Malaysia Derivatives mungkin diperdagangkan dengan bias naik pada minggu ini lantaran lemahnya produksi. Hal ini dapat menurunkan tingkat stok secara keseluruhan di Negeri Jiran tersebut.
Pedagang minyak sawit David Ng, memperkirakan harga berjangka akan diperdagangkan di antara 3.750 dan 3.900 ringgit per ton.
“Masih ada kekhawatiran di pasar mengenai tingkat produksi di negara ini; produksi yang lebih rendah akan mendukung harga,” terang David.
Direktur Pengelolaan Palm Oil Analytics (Fastmarkets), Sathia Varqa, juga menuturkan bahwa harga minyak kedelai menurun dengan cepat ke harga olein sejak pertengahan Januari 2024. Hal ini membuat diskon harga minyak sawit terhadap minyak kedelai lebih berkurang, sehingga kehilangan daya saing dan pangsa pasar.
Varqa juga memproyeksikan bahwa ekspor Malaysia untuk minyak kelapa sawit pada Januari 2024 akan menurun 7%-10% dibandingkan pada bulan sebelumnya.
Adapun, pada minggu yang baru saja berakhir, sebagian besar kontrak berjangka CPO diperdagangkan melemah sejalan dengan kinerja minyak nabati lainnya. Penurunan ini disebabkan oleh aksi ambil untung yang tidak terlalu besar.