Bisnis.com, JAKARTA - Harga komoditas batu bara masih terus terkoreksi. Harga crude palm oil (CPO) kontrak Maret 2024 yang menjadi acuan masih menghijau.
Harga baru bara melemah setelah ditutup stagnan pada hari sebelumnya. Sementara itu, harga CPO masih menguat walaupun volume perdagangan yang rendah membatasi kenaikan tersebut.
Berdasarkan data Bloomberg pada Senin (1/1/2024), harga batu bara ICE Newcastle kontrak Januari 2024 pada penutupan perdagangan Jumat (29/12) melemah -0,83% atau -1,15 poin ke level US$136,95 per metrik ton. Dalam lima hari, mulai dari Jumat (22/12) dan tidak termasuk Libur Natal (25/12) kontrak ini telah melemah sebesar -3,32%
Kemudian, batu bara kontrak pengiriman Februari 2024 juga melemah sebesar -1,62% atau -2,20 poin ke level US$133,80 per metrik ton. Dalam lima hari, sama dengan ketentuan sebelumnya, kontrak ini telah melemah sebesar -2,62%.
Mengutip Reuters, Senin (1/12) China Petrochemical Corp, atau Sinopec memproyeksikan konsumsi batu bara mencapai puncak pada 2025 dengan sebesar 4,37 miliar metrik ton.
Total emisi karbon China dari aktivitas-aktivitas energi diperkirakan akan mencapai puncaknya selama periode Rencana Lima Tahun ke-15 sebesar 10,1 miliar metrik ton, meningkat dari 10,02 miliar ton di tahun 2023.
Baca Juga
EnergyWorld mengungkapkan tinjauan akhir tahun kementerian batu bara, produksi baru bara India melonjak ke rekor 893,19 juta metrik ton pada tahun fiskal 2022-2023, meningkat dari 778,21 metrik ton yang tercatat pada tahun sebelumnya.
Kemudian, pada tahun kalender yang sedang berlangsung hingga 20 Desember 2023, India lebih lanjut meningkatkan produksi menjadi sekitar 932,92 metrik ton yang tercatat pada tahun sebelumnya, menunjukan pertumbuhan sebesar 7,95%.
Tinjauan tersebut juga mencatatkan peningkatan pasokan batu bara yang signifikan. Pada 20 Desember 2023, India mematok sekitar 918,62 metrik ton batu bara, meningkat dari 860,19 metrik ton selama periode yang sama pada 2022.
Harga CPO
Harga (CPO) atau minyak kelapa sawit di bursa derivatif Malaysia pada Februari 2024 melemah -8 poin menjadi 3,709. Dalam lima hari, mulai dari Jumat (22/12) dan tidak termasuk Libur Natal (25/12) kontrak ini telah melemah sekitar -0,73%.
Kemudian, untuk kontrak acuan pada Maret 2024 mengalami penguatan sebesar 5 poin menjadi 3,744 ringgit per metrik ton. Dalam lima hari sama dengan kontrak sebelumnya, kontrak ini telah melemah sekitar -0,53%.
Mengutip Reuters, minyak sawit berjangka Malaysia mengalami rebound dan ditutup lebih tinggi pada Jumat (29/12). Harga minyak juga berakhir lebih lemah pada 2023 sekitar 10%.
Adapun, penurunan tersebut mencatatkan penurunan tahunan pertama kali dalam dua tahun, setelah kekhawatiran geopolitik, pemotongan produksi, dan langkah-langkah global untuk mengendalikan inflasi memicu fluktuasi harga yang liar.
Fenomena cuaca El Nino yang membawa kekeringan ke sebagian besar Asia, juga membatasi kerugian di pasar pada tahun ini. Cuaca El Nino yang kering diproyeksikan akan berlanjut hingga paruh pertama 2024 sehingga dapat membahayakan produksi minyak sawit global.
Kontrak minyak kedelai paling aktif, Dalian, DBYcv1, turun 1,9%. Kontrak minyak sawit, DCPcv1 tergelincir sebesar 2,13%. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT), BOcv1 naik 0,06%.
Mengutip Bernama, pedagang minyak kelapa sawit, David Ng, mengatakan bahwa kontrak spot Januari 2024 membalikkan kerugian sebelumnya dan ditutup lebih tinggi karena kekhawatiran atas situasi banjir di Pantai Timur, yang dapat memengaruhi produksi.
“Oleh karena tersebut, kami melihat support di 3.600 ringgit per ton dan resisten di 3.850 ringgit per ton,” jelasnya.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang perdagangan kontrak minyak kelapa sawit, Ringgit malaysia, ditutup menguat 0,33% terhadap dolar AS. Ringgit yang lebih kuat membuat minyak kelapa sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing.