Bisnis.com, JAKARTA — Pasar obligasi hijau atau green bond dinilai masih prospektif tahun ini seiring dengan tren isu-isu terkait tata kelola lingkungan, sosial, dan perusahaan (ESG standard). Sejumlah bank seperti PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) juga akan menggenjot pendanaan tersebut.
Corporate Secretary BRI Aestika Oryza Gunarto mengatakan BRI melihat bahwa potensi pendanaan melalui green bond masih sangat besar. "Hal ini tercermin dari penerbitan tahap pertama green bond pada tahun lalu yang mendapatkan kelebihan permintaan [oversubscribed] sebanyak 4,4 kali," kata Aestika kepada Bisnis pada Rabu (18/1/2022).
Pada tahun lalu, BRI memang telah menerbitkan green bond senilai Rp5 triliun yang merupakan bagian dari penawaran umum berkelanjutan (PUB). Total target dana yang akan dihimpun dari penerbitan green bond BRI itu sebesar Rp15 triliun dan dilakukan bertahap selama 3 tahun. Dari 2022 hingga 2024.
Upaya penerbitan green bond dari BRI menurutnya tak lepas dari komitmen perseroan dalam mendorong bisnis berkelanjutan. "BRI juga merupakan bank dengan portofolio ESG terbesar di Indonesia," katanya. Portofolio pembiayaan berkelanjutan di BRI saat ini sudah mencapai Rp671,1 triliun atau setara 66,6 persen dari total portofolio pinjaman BRI.
Ke depan, BRI akan terus menggenjot rencana bisnis berkelanjutan salah satunya dengan penerbitan green bond. "BRI akan terus berkomitmen untuk memperbesar porsi pembiayaan ESG," katanya.
Tahun lalu, selain BRI, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) juga menerbitkan obligasi dengan jumlah pokok Rp5 triliun. Surat utang ini diputuskan untuk dibagi dalam 2 seri yakni Seri A jumlah pokok Rp4 triliun dengan jangka waktu 3 tahun, dan Seri B jumlah pokok Rp1 triliun dengan jangka waktu 5 tahun.
Baca Juga
Bookbuilding green bond itu juga mencapai oversubscribe sebesar 4 kali atau mencapai Rp21 triliun dari target penerbitan Rp5 triliun.
Sementara itu, dana yang diperoleh dari penerbitan green bond digunakan BNI untuk pembiayaan maupun pembiayaan kembali proyek-proyek dalam kategori kegiatan usaha berwawasan lingkungan (KUBL), seperti proyek-proyek yang berkaitan dengan energi terbarukan, efisiensi energi, pengolahan sampah menjadi energi dan manajemen limbah, penggunaan sumber daya alam dan penggunaan tanah yang berkelanjutan.
Wakil Direktur Utama BNI Adi Sulistyowati mengatakan bahwa penerbitan green bond merupakan salah satu strategi BNI dalam meraup pasar green banking. Pasar itu dinilai sangat strategis bagi BNI.
“Sehubungan dengan hal tersebut maka BNI sebagai lembaga keuangan yang bertindak sebagai perantara siap menyalurkan investasi dalam aset berwawasan lingkungan,” kata Susi
Sementara, Chief Investment Officer Southeast Asia, HSBC Private Banking and Wealth James Cheo mengatakan bahwa penerbitan green bond diperkirakan masih potensial di Indonesia pada tahun ini. "Proyek-proyek hijau baru di Indonesia saya pikir memiliki potensi. Green bond sangat penting untuk pendanaan Indonesia dalam masa transisi hijau," katanya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga menilai green bond masih cukup menarik khususnya bagi investor institusional. Menurutnya, keunggulan green bond terdapat pada persepsi risiko kredit yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan obligasi konvensional.
“Dengan risiko lingkungan yang bisa dimitigasi maka perusahaan penerbit green bond mendapat persepsi yang lebih baik dibanding peers,” kata Bhima.
Selain itu, lanjutnya, dari segi citra juga bisa menambah nilai bagi perusahaan dan investor. Bhima mengatakan investor juga makin perhatian terhadap isu-isu ESG sebelum memutuskan membeli aset keuangan.
“Green bond yang makin dominan dalam portofolio pembiayaan akan menjadikan kepercayaan investor makin meningkat,” kata Bhima.