Bisnis.com, JAKARTA - Lembaga pemeringkat utang Fitch Ratings mempertahankan peringkat (rating) kredit Indonesia pada posisi BBB outlook stable di tengah eskalasi tekanan global
Dalam laporannya yang dikutip pada Kamis (30/6/2022), outlook yang diberikan Fitch ditopang oleh prospek pertumbuhan ekonomi jangka menengah yang optimal dan rasio utang terhadap PDB yang lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara dengan rating yang sama.
Fitch memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai 5,6 persen pada 2022 dan 5,8 persen pada 2023, didorong oleh aktivitas ekonomi di sektor jasa yang mulai pulih setelah sempat terdampak pandemi Covid-19.
Pemulihan juga didukung oleh kuatnya net export yang didorong oleh kenaikan harga komoditas. Hingga Mei 2022, ekspor Indonesia selama 12 bulan terakhir mengalami peningkatan sebesar 43 persen dibandingkan periode sebelumnya.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada 2023 akan didukung oleh implementasi UU Cipta Kerja dan program pembangunan infrastruktur.
“Meski demikian, Indonesia masih dibayangi oleh risiko perlambatan pertumbuhan global akibat percepatan pengetatan kebijakan moneter,” demikian kutipan laporan tersebut.
Baca Juga
Lebih lanjut, beban subsidi Indonesia diprediksi mengalami peningkatan dan diperkirakan mencapai 2,4 persen terhadap PDB. Peningkatan beban subsidi merupakan implikasi dari upaya Pemerintah dalam melindungi daya beli rumah tangga di tengah kenaikan harga komoditas.
Meskipun demikian, belanja subsidi dapat ditutup dengan peningkatan pendapatan negara akibat tingginya harga komoditas serta pemulihan ekonomi yang terus berlangsung.
Fitch memperkirakan defisit fiskal mencapai 4,3 persen PDB pada tahun 2022, lebih rendah dari 4,6 persen di tahun 2021. Indonesia akan kembali mencapai target defisit di bawah 3 persen PDB pada tahun 2023 meski dibayangi peningkatan tekanan fiskal akibat kenaikan belanja subsidi serta risiko pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat dari yang diperkirakan.
“Kembalinya defisit fiskal di bawah 3 persen PDB juga akan menandai berakhirnya pembiayaan moneter terhadap defisit APBN, sesuai amanat UU No. 2 tahun 2020,” demikian kutipan laporan tersebut.
Selain itu, Indonesia juga diyakini dapat mengandalkan investor domestik pada pasar surat berharganya. Tingkat kepemilikan asing pada SBN yang saat ini berada di kisaran 16 persen diprediksi akan terjaga seiring dengan tren kenaikan imbal hasil surat utang global.