Bisnis.com, JAKARTA - Emiten teksti PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) atau Sritex terimbas risiko akses pendanaan yang berdampak pada operasional di tengah tekanan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dan penurunan rating utang.
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Semarang pada Kamis (6/5/2021) mengabulkan permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) terhadap PT Sri Rejeki Isman, Tbk dalam Perkara PKPU No. 12/Pdt.Sus-PKPU/2021/PN Niaga Smg.
Dalam putusannya, Majelis Hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini telah mengabulkan Permohonan PKPU dari CV Prima Karya terhadap Para Termohon PKPU.
PKPU Sementara ditetapkan terhadap PT. Sri Rejeki Isman Tbk. (Termohon I), PT. Sinar Pantja Djaja (Termohon II), PT Bitratex Industries (Termohon III) dan PT Primayudha Mandirijaya (Termohon IV) untuk jangka waktu 45 hari sejak putusan diucapkan.
Kuasa Hukum Sri Rejeki Isman Patra M Zen menyampaikan pihaknya selaku Debitur akan kooperatif dan terbuka dalam proses PKPU ini, khususnya para stakeholder perbankan, pemegang saham, obligasi dan vendor atau supplier.
"Debitur akan menerapkan kebijakan yang fair dan perlakuan sama (equal treatment) terhadap semua kreditur," jelas Patra, Kamis (6/5/2021).
Baca Juga
Patra menambahkan prioritas Sritex saat ini tetap mempertahankan operasional dengan baik. Sritex bertanggung jawab besar bagi tidak kurang 17.000 pekerja atau sekitar 50.000 karyawan yang bekerja pada Sritex Group. Demikian juga Sritex berkontribusi besar terhadap perekonomian daerah Sukoharjo, Jawa Tengah.
Sebagai catatan, Sritex sangat mendukung rencana pemerintah untuk meningkatkan dan mengembangkan industri tekstil sebagai salah satu kontributor terbesar sektor non-migas dan non-komoditas Indonesia. Ekspor Sritex masih meningkat 8,2 persen tahun lalu, di tengah koreksi nilai ekspor Jawa Tengah di 2020.
"Kami mewakili perusahaan mengharap dan meminta semua stakeholder dalam proses PKPU ini dapat berkomunikasi dengan baik sehingga tercapai suasana kondusif dan PKPU bisa segera selesai," kata Patra.
Sementara itu, lembaga pemberi nilai Fitch Ratings telah memberikan penilaian Restricted Default (RD) pada emiten SRIL.
Peringkat 'RD' menunjukkan penerbit yang menurut pendapat Fitch Ratings telah mengalami gagal bayar tanpa jaminan atas obligasi, pinjaman atau kewajiban keuangan material lainnya tetapi belum mengadakan pengajuan kebangkrutan, administrasi, penerimaan, likuidasi atau prosedur penutupan formal lainnya.
Direktur Keuangan Sritex Allan Moran Severino mengungkapkan sudah membangun komunikasi dengan Fitch Ratings terkait penurunan peringkat tersebut.
"Perseroan juga telah mengirim surat kepada Facility Agent terkait kesediaan perseroan untuk membayar biaya bunga tersebut dengan permintaan persyaratan dimana perseroan menunggu konfirmasi sebelum perseroan membayar dan sampai saat ini perseroan belum mendapatkan konfirmasi tersebut," jelasnya, Kamis (6/5/2021).
Perseroan masih menunggu konfirmasi tersebut untuk dapat membayar bunga utang perseroan yang terkait dengan Facility Agent tertentu.
Sayangnya, tekanan bertubi mulai dari tuntutan PKPU hingga penurunan rating utangnya, berdampak terhadap aktivitas perseroan.
"Dampak keuangan adalah kesulitan dalam mendapatkan fasilitas perbankan dan pasar keuangan. Dampak operasional adalah mempengaruhi kegiatan operasional karena terbatasnya pendanaan," urainya.
Selain itu, ada dampak hukum yakni dapat terjadi tuntutan percepatan pembayaran utang dan dampak kelangsungan usaha sangat bergantung pada dampak-dampak tersebut.