Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah emiten sektor riil berhasil membukukan kinerja yang baik pada kuartal I/2020. Namun, kuartal II/2020 dinilai akan menjadi tantangan yang lebih berat bagi emiten untuk mempertahankan kinerjanya.
Berdasarkan data 27 emiten sektor riil yang menerbitkan laporan keuangannya di Bisnis, sebanyak 15 emiten membukukan pertumbuhan pendapatan dan 12 kontraksi. Di sisi profitabilitas, sebanyak 13 labanya tumbuh, 9 laba turun, 2 berbalik laba, 1 berbalik rugi, 1 rugi membesar, 1 rugi menciut.
Secara kumulatif, 24 emiten yang membukukan pendapatan dalam denominasi rupiah membukukan penurunan pendapatan 3,16 persen secara tahunan dari Rp191,42 triliun pada 2019 menjadi Rp185,37 triliun pada 2020. Sementara itu, laba bersihnya masih tumbuh 2,83 persen dari Rp19,13 triliun menjadi Rp19,67 triliun.
Adapun, margin laba bersihnya berhasil bertahan dobel digit di kisaran 10 persen. Secara sektoral, emiten yang berhasil membukukan kinerja impresif adalah sektor telekomunikasi, perkebunan, konsumsi, serta minyak dan gas.
Kinerja sektor lainnya seperti konstruksi, properti, industri dasar, unggas, tambang, dan otomotif mengalami kontraksi dengan kinerja terlemah dipimpin oleh sektor konstruksi dihitung dari rerata pertumbuhan labanya.
Sementara itu, PT Bursa Efek Indonesia melaporkan baru 82 emiten dari 682 emiten yang sudah melaporkan kinerja keuangan kuartal I/2020 sampai dengan, Rabu (13/5/2020).
“Baru 12 persen [yang menyampaikan laporan keuangan kuartal I/2020] dan itu menunjukkan slow down terhadap emiten kita. Pendapatan turun sekitar 1 persen dan laba bersih turun 23 persen,” jelasnya dalam Seminar Online bersama Danareksa Sekuritas, Rabu (13/5/2020).
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menilai pencapaian sejumlah kinerja emiten-emiten pada periode tiga bulan pertama tahun ini secara garis besar masih cukup baik di tengah sentimen yang ada.
Namun, yang patut dikhawatirkan adalah proyeksi kinerja pada kuartal II/2020, ketika pembatasan sosial skala besar mulai diterapkan yang mendorong pengurangan aktivitas signifikan sehingga dampak pandemi Covid-19 akan sangat terasa pada kuartal ini.
Dia mengatakan bahwa emiten saat ini sudah harus mulai memasang strategi defensif untuk menghadapi kuartal II/2020 dan setidaknya hingga kuartal III/2020. Emiten harus mengkaji ulang dan memberikan skala prioritas sejumlah rencana ekspansinya tahun ini.
“Tentu juga sembari melakukan beberapa efisiensi di beberapa pos. Karena kalau ingin diversifikasi produk itu juga harus melihat situasi dan kondisi pasar, akan diterima baik atau tidak, tetapi kalau kondisi saat ini ya bagaimana akan cukup sulit,” ujar Reza saat dihubungi Bisnis, Jumat (15/5/2020).
Reza menilai sektor yang masih berpotensi untuk bertahan cukup baik pada kuartal II/2020 adalah sektor konsumsi, telekomunikasi, dan perbankan. Kendati daya beli secara keseluruhan diproyeksi melemah, kebutuhan bahan pokok masih harus dipenuhi sehingga penjualan sektor konsumsi pun masih prospektif.
Sementara itu untuk sektor telekomunikasi, dengan masyarakat yang selalu berada di rumah sehingga kebutuhan kuota data pun akan meningkat dan menopang kinerja top line emiten telekomunikasi pada kuartal II/2020.
Di sisi lain, selain berdasarkan dengan fundamentalnya, Reza juga merekomendasikan saham-saham emiten yang siap membagikan dividennya sepanjang kuartal II/2020 seperti PGAS, PTBA, dan TOWR. Selain itu, dia juga merekomendasikan saham BBRI, TLKM, EXCL, GGRM, dan UNVR.
Dalam kesempatan yang berbeda, Kepala Riset Ekuitas Danareksa Sekuritas Helmy Kristanto juga mengatakan bahwa tekanan kinerja akibat pandemi Covid-19 akan lebih terasa pada kuartal II/2020.
Sektor perkebunan, pengolahan, dan perdagangan besar dan eceran, yang sebelumnya menjadi kontributor utama dari produk domestik bruto (PDB) pada kuartal I/2020, diyakini akan turun lebih dalam pada kuartal selanjutnya, khususnya sektor perdagangan besar dan eceran.
Selain itu, dia menjelaskan terdapat tiga kuadran risiko sebagai dampak Covid-19, yaitu risiko penyebaran virus itu sendiri, risiko depresiasi nilai tukar, dan risiko interest coverage atau beban utang.
Di kuadran risiko Covid-19, dampak buruknya dirasakan hampir oleh semua sektor, kecuali rokok, konsumer, media, poultry, telekomunikasi, dan tower. Sementara itu, pada risiko depresiasi nilai tukar dampak tertinggi dirasakan oleh sektor farmasi dan otomotif.
Adapun, kedua risiko itu telah dilalui Indonesia dan saat ini risiko mulai bergeser pada sisi interest coverage, yang akan sangat berdampak pada sektor konstruksi.
Secara garis besar, Hemy menilai sektor rokok, konsumer, dan tower memiliki risiko terendah, sedangkan risiko tertinggi ada di sektor tambang, perkebunan, dan pelabuhan.
“Jadi kalau kita melihat sektor rokok, konsumer, dan tower ini boleh dibilang masih cukup resilient. Covid 19 sudah mendekati titik peak, rupiah juga sudah mulai stabil, sudah berada di risk assestment ketiga, yang berisiko sekarang adalah sektor dengan high gearing,” ujar Helmy.
Sektor | Risiko Covid-19 Impact | Risiko Depresiasi Nilai Tukar | Risiko Interest Coverage | Total Risiko |
Otomotif | Medium-High | Medium-High | Low-medium | Medium-High |
Perbankan | Medium | Medium | Medium-High | Medium |
Semen | Medium-High | Medium | Low-medium | Medium-High |
Rokok | Low | Low | Low | Low |
Tambang Batu Bara | High | Low | Low | High |
Konstruksi | Medium-High | Low-medium | High | Medium-High |
Konsumsi | Low | Low | Low | Low |
Kawasan Industri | High | Medium | Low-medium | Medium-High |
Media | Low-medium | Medium | Low | Low-medium |
Tambang Logam | High | Low | Low | High |
Farmasi | Medium | High | Low-medium | Medium |
Perkebunan | High | Low | Low-medium | High |
Pelabuhan | High | Low | Low | High |
Unggas | Low-medium | Medium | Low-medium | Low-medium |
Properti | Medium-High | Medium | Low-medium | Medium |
Ritel | High | Medium-High | Low | Medium-High |
Telekomunikasi | Low | Low-medium | Low-medium | Low-medium |
Menara | Low | Low-medium | Low | Low |
Petrokimia | Medium-High | Low-medium | Low-medium | Medium |