Bisnis.com, JAKARTA—Bursa Efek Indonesia bersama Asosiasi Dana Pensiun Indonesia (ADPI) menargetkan 20% dari total dana kelolaan dana pensiun dapat dialokasikan ke instrumen saham.
Hasan Fawzi, Direktur Pengembanga Bursa Efek Indonesia, mengatakan bahwa selain mengejar peningkatan jumlah investor ritel, bursa juga berupaya terus menjaring lebih banyak investor institusi yang memiliki potensi investasi yang tinggi.
Hasan mengatakan, kerja sama dengan ADPI bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pengurus, pembina dan pemilik dana pensiun agar memiliki kesepahaman paradigma tentang investasi di pasar saham.
Selama ini, masih banyak anggota ADPI yang menghindari investasi di pasar saham karena tidak memiliki pemahaman yang memadai tentang instrumen investasi ini. Alhasil, porsi investasi di pasar saham dari total dana yang dimiliki seluruh industri dapen baru sekitar 11%.
“Tahun ini angka yang kita ingin sasar dari para pengurus dapen juga harus minimal di angka sekitar 20% dari porsi alokasi, karena sekarang masih sekitar 11% - 12%. Harusnya bisa 20%, karena tinggal bagaimana pendekatannya saja,” katanya, Jumat (8/2/2019).
Oleh karena itu, tahun ini BEI bersama anggota ADPI akan banyak melakukan kegiatan bersama, terutama one on one meeting dengan masing-masing dana pensiun untuk sosialisasi kepada seluruh elemen yang terlibat di dalamnya.
Untuk itu, BEI akan melibatkan sekuritas anggota bursa maupun mitra manajer investasi untuk membantu kegiatan investasi dapen. Baru-baru ini, BEI sudah melakukan pertemuan awal dengan dapen grup Astra, lalu menyusul dalam waktu dekat dengan dapen Telkom, dan Pertamina serta dapen perusahaan besar lainnya.
“Regulasi dapen tidak ada pembatasan tentang investasi di saham. Satu-satunya batasan adalah di instrumen SBN [surat berharga negara] sebesar 30%, sedangkan 70% lainnya itu berpotensi ke instrumen lainnya,” katanya.
Hasan mengatakan, BEI ingin menunjukkan pada para dapen bahwa bila berkaca pada best practice di luar negeri, pasar saham merupakan tempat yang ideal bila dapen ingin mencapai target pertumbuhan investasi yang signifikan dua digit.
Hasan mengakui bahwa kendala di dapen dalam negeri selama ini yakni kerangka waktu pelaporan kinerja yang berbasis kinerja satu tahunan. Hal ini menyebabkan fokus kerja para pengelola dapen adalah untuk membukukan kinerja yang baik dalam satu tahun.
Hal ini menyulitkan pengelela dapen untuk mendiversifikasikan investasinya pada produk investasi yang beragam, termasuk di pasar saham yang memiliki kinerja tahunan tidak menentu. Padahal, sejatinya dapen memiliki karakter investasi jangka panjang yang cocok dengan instrumen saham.
“Salah satu materi workshop yang kita berikan kepada pembina dan pemilik dapen adalah bahwa horizon investasi dapen adalah jangka panjang, sehignga pengukuran kinerja pengelolaan dana investasinya pun tidak dapat dilakukan dalam jangka pendek atau per tahun. Ada wacana, kenapa tidak 3 tahun atau 5 tahun kalau memang ada dana yang sejak awal targetnya adalah untuk jangka menengah-panjang,” katanya.