Bisnis.com, JAKARTA— Sejumlah emiten kontraktor swasta mengandalkan proyek garapan pemerintah untuk menggenjot pendapatan pada 2018 di tengah masih lesunya industri properti domestik.
Bisman Novel Simatupang, Direktur Utama PT Mitra Pemuda Tbk. mengungkapkan perseroan akan melanjutkan kerja sama pengerjaan sejumlah proyek bersama Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pada 2018, perseroan tetap fokus menggarap proyek di bidang konstruksi khususnya milik pemerintah.
Bisman mengatakan sejumlah proyek pemerintah telah digarap oleh perusahaan sejak 2017. Adapun pekerjaan yang digarap oleh emiten berkode saham MTRA itu antara lain kereta cepat ringan (LRT) Palembang, Sumatra Selatan, dan LRT Velodrome- Kelapa Gading, Jakarta.
“Ada juga pekerjaan tambahan [pada 2017] dari proyek PT Kereta Api Indonesia untuk ruas kereta dari Stasiun Sudirman sampai Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta,” ujarnya dalam paparan publik 2017 perseroan akhir pekan lalu.
Dia menyebut pada tahun ini perseroan telah mengantongi pengerjaan sejumlah proyek BUMN. Salah satunya pengerjaan penghubung Terminal 3 Bandar Udara (Bandara) Internasional Soekarno-Hatta. Nilai proyek tersebut mencapai Rp10 miliar.
“Yang pasti ada proyek LRT juga tetapi kami belum tahu seksi mana,” imbuhnya.
MTRA membukukan nilai kontrak Rp97,58 miliar dari proyek-proyek BUMN sepanjang 2016. Pencapaian itu naik 31% dibandingkan dengan periode 2015 senilai Rp65,94 miliar.
Tahun ini, perseroan memasang target belanja modal lebih tinggi 300% pada 2018 dibandingkan dengan alokasi tahun lalu. MTRA belanja modal atau capital expenditure (capex) senilai Rp150 miliar-Rp200 miliar sepanjang 2018 atau lebih tinggi dari target alokasi pada 2017 senilai Rp50 miliar.
Sekretraris Perusahaan Mitra Pemuda Agung Anggono mengungkapkan perusahaan menganggarkan belanja modal atau capex senilai Rp150 miliar hingga Rp200 miliar sepanjang 2018. Jumlah tersebut lebih tinggi dari target alokasi pada 2017 senilai Rp50 miliar.
Sebaliknya, nilai kontrak dari perusahaan non-BUMN mengalami penurunan 29% pada 2016. Jumlah yang dibukukan pada periode itu senilai Rp65,94 miliar lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian 2015 senilai Rp173,80.
Sementara itu, Direktur PT Totalindo Eka Persada Tbk. Andre Chandra Biantoro mengungkapkan perseroan menargetkan 70% kontrak baru berasal dari proyek pemerintah pada 2018. Adapun komposisi untuk proyek swasta hanya sebesar 30%.
Andre menilai proyek pemerintah yang dikerjakan pada 2018 memberikan kepastian kepada perseroan untuk mendapatkan pesanan. Salah satunya proyek rumah susun down payment (DP) 0% milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
“Adanya kepastian TOPS mendapatkan order sebagai kontraktor dan adanya peminat atau calon pembeli yang banyak di dalam kondisi saat ini properti yang masih lesu,” paparnya.
Seperti diketahui, kedua emiten kontraktor swasta tersebut masih terbilang baru melantai di BEI yakni MTRA pada 2016 dan TOPS pada 2017. Akan tetapi, kinerja harga saham dalam 52 pekan terakhir terus merangkak naik.
Berdasarkan data Bloomberg, performa harga 52 pekan terakhir harga saham MTRA berada pada tren positif dengan persentase kenaikan 41,94%. Pada penutupan perdagangan pekan lalu, tercatat penguatan 20 poin atau 4,76% ke level Rp440.
Adapun saham TOPS juga menguat 210 poin ke level Rp3.990. Dalam 52 pekan terakhir, kinerja harga berada pada persentase pertumbuhan 11,45%.
Pada 2018, TOPS membidik kontrak baru senilai Rp4 triliun atau meningkat 33% dibandingkan dengan perkiraan pencapaian 2017 sebesar Rp3 triliun. Emiten yang baru melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun lalu itu menganggarkan belanja modal hingga Rp100 miliar untuk tahun ini atau naik empat kali lipat dibandingkan dengan alokasi tahun lalu Rp25 miliar.