Bisnis.com, JAKARTA – Saham TOBA dan OASA melaju kencang sejak awal tahun, meski secara fundamental keuangan kedua perusahaan tersebut belum memuaskan. Kedua perusahaan ini memiliki portofolio di proyek waste to energy (WTE), yang saat ini tengah menjadi prioritas Presiden Prabowo bersama Danantara.
PT TBS Energi Utama Tbk. (TOBA) pada semester I/2025 menunjukkan kinerja fundamental yang kurang memuaskan. Bahkan, perusahaan menanggung rugi bersih.
Kondisinya berbeda dengan kinerja sahamnya di lantai bursa. Sejak awal tahun, saham TOBA terbang 231,66% ke level Rp1.320 per penutupan perdagangan hari ini, Rabu (27/8/2025). Sementara itu, net buy asing tercatat sebesar Rp156 miliar.
Pola serupa juga diperlihatkan oleh PT Maharaksa Biru Energi Tbk. (OASA). Meskipun sampai semester I/2025 perseroan mencatat rugi bersih, saham OASA sejak awal tahun ini terbang 74,47% ke Rp246. Dari sisi neraca dana investor asing, net buy tercatat mencapai Rp3,46 miliar.
Direktur PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk. (RELI) Reza Priyambada menilai kondisi tersebut berkaitan dengan sentimen positif dari prioritas pemerintahan Prabowo Subianto bersama Danantara di sektor WTE.
Prabowo memasukkan program pembangunan instalasi pengolah sampah menjadi energi listrik berbasis teknologi ramah lingkungan menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN) 2025-2029. Program tersebut juga didukung oleh Danantara Indonesia yang baru-baru ini mengumumkan akan menerbitkan Patriot Bond, yang salah satunya untuk membiayai proyek WTE.
Reza menilai, nama Danantara menjadi magnet kuat yang membuat investor asing kepincut, khususnya bagi TOBA yang pernah dipimpin oleh Chief Investment Officer Danantara, Pandu Sjahrir. Sebelum menjabat sebagai CIO Danantara, Pandu merupakan Wakil Direktur Utama TOBA.
"Kalau kita lihat sekarang ini, pemerintah menggunakan Danantara untuk investasi di bermacam bidang. Ibaratnya Danantara ini sebagai motor penggerak investasi, sehingga pelaku pasar melihatnya ini aliran dana bakal kencang," kata Reza kepada Bisnis, Rabu (27/8/2025).
Menilik laporan keuangan TOBA hingga Juni 2025, perseroan menorehan laba bruto semester I/2025 US$13,91 juta, mengecil dibanding dengan laba bruto per Juni 2024 mencapai US$54,71 juta. Angka ini sejalan dengan pendapatan dari kontrak dengan pelanggan yang turun dari US$248,68 juta menjadi US$172,21 juta.
Penurunan ini utamanya disebabkan oleh menurunnya volume penjualan segmen pertambangan batu bara dari 1,7 juta ton menjadi 0,7 juta ton, serta turunnya harga jual rata-rata dari US$83 per ton menjadi US$52,9 per ton.
Di sisi bottom line, TOBA juga menanggung rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau rugi bersih sebesar US$115,61 juta, memburuk dibanding laba bersih US$26,49 juta pad semester I/2024.
Sementara bagi OASA, pendapatan usaha neto perseroan dalam semester I/2205 terpangkas dari Rp39,93 miliar menjadi Rp24,50 miliar. Dari sisi pemberat, beban pokok pendapatan juga naik dari Rp19,63 miliar menjadi Rp20,88 miliar. Alhasil, laba kotor perusahaan susut cukup dalam, dari Rp20,29 miliar menjadi Rp3,62 miliar.
Penjualan yang susut tersebut disebabkan oleh segmen pendapatan dari jasa konsultasi dan penjualan barang yang tidak dilakukan perusahaan. Pada semester I/2024, masing-masing menyumbang Rp11,00 miliar dan Rp119,86 juta.
Kinerja top line yang kurang memuaskan itu membuat OASA menanggung rugi periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk atau rugi bersih Rp15,47 miliar, memburuk dibanding laba bersih Rp1,13 miliar pada semester I/2024.
"Bisa jadi investor melihat kinerja keuangan TOBA dan OASA di masa yang akan datang termasuk yang akan diuntungkan oleh program-program pemerintah," imbuh Reza.
TOBA memulai bisnis di sektor WTE dengan mengakuisisi perusahaan Singapura Sembcorp Environment Pte. Ltd. dan Sembcorp Enviro Facility Pte. Ltd. Akuisisi ini turut memperluas kapabilitas TOBA di sektor pengolahan limbah skala regional.
Hasilnya, bisnis pengelolaan sampah menunjukkan kontribusi positif secara signifikan, di mana unit usaha ini membukukan pendapatan sebesar US$59,6 juta dengan EBITDA mencapai US$10 juta hingga akhir Juni 2025. Dengan demikian, margin EBITDA tercapai sebesar 17%.
Untuk OASA, perseroan melalui unit usahanya PT Indoplas Energi Hijau (IEH) bersama partner penyedia teknologi asal China, China Tianying Inc (CNTY) telah mendapatkan proyek pekerjaan pembangunan fasilitas pengolahan sampah menjadi energi listrik (PSEL) di Cipeucang, Kota Tangerang Selatan dengan nilai investasi Rp2,65 triliun.
PSEL ini ditargetkan mulai beroperasi 2028 dan beroperasi penuh pada 2029. Nantinya, PSEL Cipeucang akan menghasilkan listrik mencapai 23 megawatt (MW) yang dihasilkan dari hasil kelola sampah mencapai 1.100 ton.
Reza bilang, untuk melihat sejauh apa prospek saham TOBA dan OASA usai tertiup sentimen positif dari Prabowo Subianto dan Danantara, akan tergantung dari seberapa besar prioritas pemerintah bisa benar-benar berdampak ke kinerja fundamental perusahaan.
"Yang perlu kita cermati adalah apakah program pemerintah ini benar-benar impact langsung ke kedua emiten tersebut. Kalau punya impact terhadap kedua emiten, seberapa besar berpengaruh ke peningkatan kinerja fundamental keduanya. Ini yang harus kita lihat ke depan," pungkasnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.