Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Wall Street Ditutup Variatif, Investor Menanti Sinyal Powell di Jackson Hole

Wall Street ditutup variatif saat investor menanti sinyal kebijakan suku bunga dari Ketua The Fed, Powell, di simposium Jackson Hole. Nasdaq turun 1,46%.
Pialang berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, Amerika Serikat. Bloomberg/Michael Nagle
Pialang berada di lantai Bursa Efek New York (NYSE) di New York, Amerika Serikat. Bloomberg/Michael Nagle

Bisnis.com, JAKARTA – Bursa saham Amerika Serikat ditutup variatif pada perdagangan Selasa (19/8/2025) waktu setempat karena investor menantikan pernyataan Ketua The Federal Reserve   terkait arah kebijakan suku bunga dalam simposium di Jackson Hole pekan ini.

Melansir Reuters pada Rabu (20/8/2025), indeks Dow Jones Industrial Average naik tipis 10,45 poin ke level 44.922,27. Sementara itu, S&P 500 melemah 37,78 poin atau 0,59% ke level 6.411,37, dan Nasdaq Composite anjlok 314,82 poin atau 1,46% ke posisi 21.314,95.

Indeks Nasdaq tertekan oleh pelemahan saham-saham berkapitalisasi besar yang sebelumnya sempat memimpin reli sepanjang tahun ini. Saham Nvidia turun 3,5%, menjadi penurunan harian terbesar dalam hampir empat bulan terakhir.

Fokus utama pasar pekan ini adalah simposium tahunan The Fed di Jackson Hole, Wyoming, yang berlangsung 21–23 Agustus 2025. Pidato Powell akan dipantau ketat sebagai petunjuk arah kebijakan moneter dan prospek ekonomi AS.

“Sepertinya investor mulai melakukan lindung nilai menjelang Jackson Hole, dengan asumsi Powell mungkin akan lebih hawkish daripada ekspektasi pasar saat ini,” ujar James Cox, Managing Partner Harris Financial Group.

Kontrak berjangka suku bunga saat ini memperkirakan dua kali pemangkasan suku bunga masing-masing sebesar 25 basis poin tahun ini, dengan pemangkasan pertama kemungkinan terjadi pada September, menurut data LSEG.

Kekhawatiran juga muncul di kalangan investor terkait valuasi saham-saham berbasis kecerdasan buatan (AI), setelah CEO OpenAI Sam Altman pekan lalu menyebut sektor tersebut berada dalam gelembung.

Steve Sosnick, Chief Strategist Interactive Brokers, menilai sebagian investor mengambil keuntungan dari saham teknologi dan mengalihkan portofolio ke sektor lain.

“Pergerakan ini berdampak lebih luas ke pasar karena bobot saham-saham teknologi sangat besar dalam indeks utama,” jelasnya.

Meski demikian, enam sektor dalam S&P 500 masih mencatat penguatan. Sektor properti memimpin dengan kenaikan 1,8% didukung data perumahan yang lebih baik dari perkiraan. Sebaliknya, sektor teknologi dan jasa komunikasi masing-masing turun lebih dari 1,9% dan 1,2%.

Sebuah survei Reuters pada Selasa menunjukkan S&P 500 diperkirakan akan berakhir di level 6.300 pada akhir 2025, sedikit di bawah posisi mendekati rekor saat ini.

Proyeksi tersebut mencerminkan optimisme yang lebih berhati-hati di tengah kekhawatiran dampak ekonomi dari tarif global Presiden Donald Trump serta ketidakpastian terkait arah pemangkasan suku bunga The Fed.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro