Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah telah memperbarui ketentuan perpajakan atas aset kripto melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 50/2025. Bagaimana kemudian prospek transaksi aset kripto di Tanah Air usai terbitnya aturan tersebut?
Beleid baru terkait perpajakan aset kripto itu menggantikan regulasi sebelumnya yakni PMK No. 68/2022. Dalam aturan anyar ini, Kementerian Keuangan menyesuaikan skema pengenaan pajak kripto sebagai instrumen keuangan yang akhirnya menaikkan beban pajak.
PMK No. 50/2025 memang mengatur bahwa penyerahan aset kripto tidak dikenai pajak pertambahan nilai (PPN), berbeda dengan aturan sebelumnya yang mengenakan PPN atas setiap transaksi aset kripto.
Kendati demikian, jasa lainnya yang mendukung perdagangan kripto tetap dikenai PPN, misalnya jasa penyediaan sarana elektronik yang digunakan untuk memfasilitasi transaksi perdagangan kripto dan jasa verifikasi transaksi aset kripto oleh penambang aset kripto.
Selain itu, terdapat kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPh) atas transaksi kripto. Dalam PMK 68/2022, tarif ditetapkan 0,1% dari nilai transaksi; sementara dalam PMK 50/2025, naik menjadi 0,21%.
Tidak hanya lebih dari dua kali lipat, basis perhitungan dalam PMK baru ini juga menjadi lebih rinci dan mencakup ketentuan tambahan yang sebelumnya tidak diatur.
Baca Juga
CEO Tokocrypto, Calvin Kizana menilai penerapan tarif pajak baru aset kripto tentu akan membawa dampak terhadap aktivitas transaksi kripto di dalam negeri, terutama dalam jangka pendek.
"Dengan skema PPh final yang tetap dikenakan saat penjualan, baik dalam kondisi untung maupun rugi, ada kemungkinan sebagian investor akan lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi, terutama saat pasar dalam kondisi tidak stabil. Hal ini berpotensi menekan volume transaksi dalam periode transisi awal," katanya kepada Bisnis pada Rabu (30/7/2025).
Namun di sisi lain, menurutnya kebijakan pajak kripto baru ini juga menghadirkan kepastian hukum dan fiskal bagi pelaku industri maupun investor. Dengan begitu, aturan pajak baru dapat meningkatkan kepercayaan terhadap ekosistem kripto nasional dalam jangka panjang.
"Penyederhanaan pajak dengan penghapusan PPN juga memberi efisiensi dalam bertransaksi, yang bisa menjadi daya tarik tersendiri," ujar Calvin.
Adapun, sebagai salah satu pelaku dalam industri kripto di Indonesia, menurutnya Tokocrypto berkomitmen untuk terus mendorong pertumbuhan ekosistem yang sehat dan berkelanjutan di tengah aturan pajak.
Upaya tersebut diwujudkan melalui berbagai strategi, mulai dari edukasi dan peningkatan literasi keuangan digital kepada masyarakat melalui Tokocrypto Academy, webinar, komunitas, hingga kolaborasi dengan institusi pendidikan.
"Tujuannya adalah membantu investor memahami aset kripto secara lebih bijak, termasuk aspek perpajakannya," ujar Calvin.
Selain itu, Tokocrypto juga melakukan peningkatan infrastruktur teknologi, seperti penyesuaian sistem dan pelaporan perpajakan, serta penguatan keamanan platform untuk memastikan transparansi dan kepatuhan terhadap regulasi.
Dari sisi produk, Tokocrypto terus berinovasi melalui pengembangan fitur seperti Tokocrypto Earn, DCA (Dollar Cost Averaging), dan peluncuran Web3 Wallet yang bertujuan memberikan nilai tambah bagi pengguna dari berbagai kalangan.
Di sisi lain, Tokocrypto juga berupaya menjalin kolaborasi erat dengan pemerintah dan regulator agar kebijakan yang diambil sejalan dengan pertumbuhan industri dan perlindungan konsumen.
"Tokocrypto optimistis dapat terus mendorong adopsi aset kripto di Indonesia secara inklusif dan berkelanjutan, meskipun berada di tengah lanskap regulasi yang terus berkembang," kata Calvin.