Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Global Naik Tajam Imbas Serangan AS ke Iran

Harga minyak brent telah naik 13% dan harga minyak WTI naik 10% sejak perang Iran-Israel pecah pada 13 Juni 2025 atau 10 hari yang lalu.
Kilang minyak Motiva di Port Arthur, Texas./ Bloomberg - Luke Sharrett
Kilang minyak Motiva di Port Arthur, Texas./ Bloomberg - Luke Sharrett

Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak mentah dunia melonjak ke level tertinggi sejak Januari 2025 pada perdagangan Senin (24/6/2025), seiring dengan meningkatnya kekhawatiran pasokan setelah Amerika Serikat (AS) bergabung dengan Israel dalam serangan udara terhadap fasilitas nuklir Iran akhir pekan lalu.

Melansir Reuters, harga minyak jenis Brent untuk kontrak pengiriman terdekat naik US$1,92 atau 2,49% menjadi US$78,93 per barel. Sementara itu, minyak West Texas Intermediate (WTI) naik US$1,89 atau 2,56% ke posisi US$75,73 per barel.

Kedua acuan harga minyak sempat melonjak lebih dari 3% di awal sesi ke level tertinggi lima bulan, masing-masing mencapai US$81,40 dan US$78,40 sebelum memangkas sebagian penguatannya.

Sejak konflik Iran-Israel dimulai pada 13 Juni lalu, harga Brent telah naik sekitar 13%, sedangkan WTI naik sekitar 10%.

Lonjakan harga terjadi setelah Presiden AS Donald Trump menyatakan bahwa pihaknya telah menghancurkan situs-situs nuklir utama Iran dalam serangan akhir pekan, memperbesar eskalasi konflik di Timur Tengah. Iran pun menegaskan akan melakukan pembalasan atas serangan tersebut.

Sebagai produsen minyak mentah terbesar ketiga di OPEC, Iran memegang peranan penting dalam pasokan energi global. Kekhawatiran meningkat bahwa balasan dari Teheran bisa mencakup penutupan Selat Hormuz—jalur vital bagi sekitar 20% perdagangan minyak dunia.

Stasiun televisi pemerintah Iran, Press TV, melaporkan bahwa parlemen Iran telah menyetujui rencana penutupan Selat Hormuz. Meski Iran telah beberapa kali mengancam menutup selat tersebut di masa lalu, ancaman itu belum pernah benar-benar direalisasikan.

Analis senior Sparta Commodities, June Goh menuturkan, risiko kerusakan infrastruktur minyak kini meningkat tajam. 

Menurutnya, meskipun terdapat jalur pipa alternatif di kawasan tersebut, tidak semua volume ekspor dapat dialihkan jika Hormuz ditutup. Selain itu, semakin banyak kapal tanker yang cenderung akan menghindari kawasan tersebut.

Dalam laporannya, Goldman Sachs memperkirakan bahwa harga minyak Brent dapat melonjak sementara ke US$110 per barel jika arus minyak melalui Selat Hormuz terpangkas setengahnya selama sebulan. Namun, harga diperkirakan akan turun 10% selama 11 bulan berikutnya.

Meski demikian, Goldman masih berasumsi tidak akan ada gangguan besar terhadap pasokan minyak dan gas alam, karena ada insentif global untuk mencegah terjadinya disrupsi jangka panjang yang signifikan.

Namun, sejumlah analis menilai bahwa premi risiko geopolitik yang saat ini mendorong harga minyak kemungkinan tidak akan bertahan lama kecuali terjadi gangguan nyata terhadap pasokan.

Ole Hansen, Kepala Strategi Komoditas di Saxo Bank, dalam risetnya menyebut, pembalikan posisi beli (long) oleh investor setelah reli harga baru-baru ini juga diperkirakan dapat membatasi kenaikan lebih lanjut. 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Reuters
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper