Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ini Biang Kerok Saham Blue Chip Papan Utama Tak Lagi Perkasa

Analis menjelaskan penyebab kegagalan saham-saham blue chip penghuni Papan Utama berkinerja moncer.
Warga mencari informasi harga saham di Jakarta, Minggu (15/6/2025). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Warga mencari informasi harga saham di Jakarta, Minggu (15/6/2025). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Bisnis.com, JAKARTA – Indeks Papan Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) masih cenderung bergerak melemah. Meskipun indeks yang dihuni oleh saham-saham blue chip ini sudah berhasil keluar dari zona koreksi sejak 16 Mei lalu, kinerja indeks ini masih di bawah rata-rata kinerja setahun terakhir.

Teranyar, indeks ini ditutup melemah ke level 1.881,43 pada perdagangan kemarin. Dengan kata lain, Papan Utama masih terkoreksi 5,13% dibandingkan torehan tertingginya pada 22 Januari 2025 sebesar 1.983,18. Padahal, pada Juni 2025, indeks harga saham gabungan (IHSG) sudah menguat hampir melampaui level tertingginya sepanjang 2025.

Dibandingkan dengan Papan Pengembangan, kinerja Papan Utama cukup volatil. Pasalnya, papan lapis kedua berhasil secara konsisten mempertahankan fase bullish hingga mencapai level tertingginya sepanjang 2025 di 2.565,99 pada 11 Juni 2025 lalu. Selain itu, ketika IHSG dan Papan Utama ambles pada periode Februari—Mei 2025, Papan Pengembangan justru melesat 23,81% pada periode yang sama.

Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia berpendapat, kegagalan Papan Utama berkinerja moncer belakangan, salah satunya disebabkan oleh saham-saham Grup Barito yang gagal masuk ke indeks MSCI dan FTSE Russel.

Pada periode Mei 2025 silam, tiga saham dari Grup Barito, seperti PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN), PT Petrindo Jaya Kreasi Tbk. (CUAN), hingga PT Petrosea Tbk. (PTRO) gagal masuk sebagai penghuni indeks Morgan Stanley Capital International (MSCI).

Sebelumnya, kegagalan BREN masuk ke indeks bergengsi FTSE pada Juni 2024, sempat membuat IHSG ambles. Maka dari itu, Liza menerangkan, bukan tidak mungkin pelemahan Papan Utama disebabkan oleh kegagalan BREN, CUAN, hingga PTRO masuk MSCI.

Pasalnya, BREN masuk ke dalam 10 saham dengan market cap terbesar dalam indeks Papan Utama. Hal itu berarti, pergerakkan BREN punya pengaruh signifikan terhadap kinerja indeks.

”Main board didominasi oleh Grup Barito. Sejak kejadian batal masuk FTSE Russell dan MSCI, sepertinya grup mereka lay low. Barangkali demi menghindari terjaring suspension dan FCA,” katanya saat dihubungi, Selasa (17/6/2025).

Liza juga menilai bahwa valuasi saham-saham Grup Barito di dalam Papan Utama telah tinggi. Hal itu disebut memberikan peningkatan yang terbatas terhadap daya beli saham.

Selain itu, kinerja loyo sejumlah perusahaan bluechip juga menjadi alasan lain pelemahan kinerja Papan Utama sepanjang 2025. Hal itu tercermin dari IDX SMC Liquid yang berkinerja mentereng beberapa pekan lalu.

IDX SMC Liquid sempat berada di zona hijau di tengah volatilitas pasar dengan kenaikan 0,16% sepanjang tahun berjalan (year to date/ytd) ke level 305,35 per Kamis (5/6/2025).

Hal itu kontras dengan kinerja indeks dengan saham terlikuid atau IDX LQ45 yang masih di zona merah, turun 3,02% ytd ke level 801,7. Sejumlah saham konstituen IDX LQ45 yang memiliki kapitalisasi pasar jumbo jeblok.

Harga saham bank jumbo seperti PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) misalnya turun 7,75% ytd dan saham PT Bank Mandiri Tbk. (BMRI) turun 10,96% ytd. Selain itu, harga saham PT Astra International Tbk. (ASII) turun 5,92% ytd dan saham PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) turun 12,76% ytd.

Blue chips old school juga punya market cap besar, tapi kinerja perusahaan slowing down, terutama big banks. TLKM dan UNVR kita tahu barely no growth. GOTO juga sudah tidak ada highlight yang menarik, no wonder agak ditinggalkan investor yang mencari value stock,” tambah Liza.

Sementara itu, saham-saham dalam indeks Papan Pengembangan justru berhasil memberikan daya tawar kepada investor dengan menawarkan valuasi yang masih terjangkau. Hal ini dinilai memberikan daya tarik tersendiri bagi investor retail.

Seperti diketahui, Papan Pengembangan dihuni oleh PT Chandra Asri Pacific Tbk. (TPIA), PT Capital Financial Indonesia Tbk. (CASA), hingga PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA). Sepanjang tahun berjalan 2025, kinerja ketiga saham itu moncer.

MBMA misalnya, tengah dalam fase bullish setelah tertekan pada April lalu. Kemarin, sahamnya telah terparkir di level Rp458 per lembar. Sementara itu, saham CASA juga tengah naik 67,26% sejak awal tahun. Begitu juga TPIA, setelah sempat tertekan pada periode yang sama, kini sahamnya terapresiasi sebesar 32% ke Rp9.900—sedikit di bawah harga tertingginya Rp10.550 sepanjang 2025.

“Development board yang market cap-nya lebih kecil, tapi lebih ada story. Secara valuasi juga belum terlalu mahal. Lebih likuid juga, jadi menarik untuk investor atau trader retail,” kata Liza.

Akan tetapi, Liza menilai bahwa masih ada peluang bagi indeks Papan Utama menguat hingga penghujung 2025. Menurutnya, beragam faktor seperti konflik geopolitik, keputusan suku bunga, hingga inflasi menjadi penentu kinerja indeks ini.

”Kami bertaruh, tahun ini adalah titik balik sektor komoditas secara siklus tahunan,” tutup Liza.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper