Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Anjlok 2%, Kekhawatiran Perang Dagang Tekan Prospek Permintaan

Harga minyak mentah Brent ditutup melemah US$1,61 atau 2,4% ke level US$64,25 per barel.
Tangki penyimpanan minyak di Midland, Texas, AS, pada hari Kamis, 3 Oktober 2024./Bloomberg-Anthony Prieto
Tangki penyimpanan minyak di Midland, Texas, AS, pada hari Kamis, 3 Oktober 2024./Bloomberg-Anthony Prieto

Bisnis.com, JAKARTA – Harga minyak dunia melemah pada perdagangan Selasa (29/4/2025) karena investor khawatir peningkatan produksi dari OPEC+ dan dampak lanjutan dari kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump akan memperlemah permintaan global terhadap energi.

Melansir Reuters, Rabu (30/4/2025), harga minyak mentah Brent ditutup melemah US$1,61 atau 2,4% ke level US$64,25 per barel. Adapun minyak West Texas Intermediate (WTI) AS ditutup melemah US$1,63 atau 2,6% ke US$60,42 per barel. Keduanya mencatat penutupan terendah sejak 10 April.

Kebijakan proteksionis Trump yang agresif, menurut mayoritas ekonom dalam survei Reuters, meningkatkan kemungkinan terjadinya resesi global tahun ini. China, yang dikenai tarif tertinggi, membalas dengan memberlakukan tarif balasan terhadap produk AS, memperuncing tensi perdagangan antara dua negara konsumen minyak terbesar di dunia.

Direktur Energi Berjangka Mizuho Bob Yawger mengatakan perdagangan antara AS dan China telah melambat ke tingkat seperti embargo parsial.

“Setiap hari tanpa kesepakatan dagang besar membawa kita semakin dekat ke skenario kehancuran permintaan global," jelasnya.

Defisit perdagangan barang AS pada Maret melebar ke rekor tertinggi, seiring pelaku usaha mempercepat impor sebelum tarif Trump diberlakukan. Ini menandakan perdagangan menjadi beban besar terhadap pertumbuhan ekonomi kuartal pertama.

Dampak perang dagang menyebar ke dunia usaha. Perusahaan logistik UPS mengumumkan pemutusan hubungan kerja terhadap 20.000 karyawan demi efisiensi. Sementara General Motors menunda konferensi dengan investor hingga Kamis, menunggu kejelasan arah kebijakan perdagangan.

Presiden Trump dikabarkan tengah menyiapkan perintah eksekutif untuk mengurangi beban tarif sektor otomotif, dengan kombinasi insentif dan pembebasan tarif atas suku cadang dan material.

Sementara itu, raksasa energi Inggris BP melaporkan penurunan laba bersih hingga 48% menjadi US$1,4 miliar, didorong lemahnya kinerja kilang dan perdagangan gas. Pasar kini menanti laporan pendapatan dari ExxonMobil dan Chevron yang dijadwalkan minggu ini.

Beberapa sumber Reuters menyebutkan, negara anggota OPEC+ tengah mempertimbangkan untuk kembali mempercepat peningkatan produksi pada Juni mendatang, yang jika terwujud akan memperburuk sentimen pasar yang sudah rapuh.

Kazakhstan yang juga anggota OPEC+ menunjukkan keengganan mengurangi produksi. Sebaliknya, negara itu meningkatkan ekspor minyak sebesar 7% sepanjang kuartal I/2025 berkat pasokan tambahan melalui pipa Kaspia, berdasarkan data resmi dan perhitungan Reuters.

Data mingguan stok minyak AS dari American Petroleum Institute (API) dirilis pada Selasa, diikuti oleh laporan resmi dari Badan Informasi Energi (EIA) pada Rabu.

Analis memperkirakan kenaikan sekitar 500.000 barel pekan lalu, menjadikannya kenaikan lima minggu berturut-turut. Sebagai perbandingan, pekan yang sama tahun lalu mencatat lonjakan 7,3 juta barel, jauh di atas rata-rata lima tahun sebesar 3,2 juta.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper