Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak merosot hingga akhir perdagangan Jumat (25/4/2025), dan diperkirakan akan mengalami penurunan mingguan lebih dari 2%.
Penurunan harga minyak diperkirakan di bawah tekanan dari ekspektasi pasar akan kelebihan pasokan dan ketidakpastian seputar pembicaraan tarif antara AS dan China.
Mengutip Reuters, harga minyak mentah Brent turun 33 sen menjadi US$66,22 per barel sehingga mengalami kerugian hingga 2,5% selama sepekan.
Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate AS turun 31 sen menjadi US$62,48 per barel, menuju penurunan mingguan sebesar 3,3%.
"Harga turun karena kekhawatiran atas kelebihan pasokan dari OPEC+ terus berlanjut, sementara prospek permintaan tetap tidak pasti di tengah ketegangan perdagangan yang sedang berlangsung," kata analis senior LSEG Anh Pham, dikutip Sabtu (26/4/2025).
Lebih lanjut, menurutnya denganndolar AS yang lebih kuat juga telah menambah tekanan pada harga minyak mentah.
Minyak menghapus kenaikan awal setelah juru bicara kementerian luar negeri China mengatakan Beijing dan Washington tidak melakukan konsultasi atau negosiasi apa pun tentang tarif. Hal itu bertentangan dengan komentar sebelumnya oleh Presiden AS Donald Trump, yang mengatakan pada Kamis bahwa pembicaraan perdagangan sedang berlangsung.
Chima telah membebaskan beberapa impor AS dari tarif 125% dan meminta perusahaan untuk mengidentifikasi barang-barang penting yang mereka butuhkan tanpa dikenakan pungutan, menurut perusahaan yang telah diberi tahu, tanda paling jelas sejauh ini tentang kekhawatiran Beijing tentang dampak perang dagang.
"Para pedagang sekarang melihat kenaikan [harga minyak mentah] lebih lanjut tidak mungkin terjadi dalam jangka pendek karena perang dagang yang terus berlanjut di antara konsumen global utama dan spekulasi bahwa OPEC+ dapat mempercepat kenaikan produksi mulai Juni," kata analis Saxo Bank Ole Hansen.
Harga minyak telah mengalami penurunan awal bulan ini ke level terendah dalam empat tahun setelah tarif memicu kekhawatiran investor tentang permintaan global dan aksi jual di pasar keuangan, meskipun risikonya adalah ekonomi yang lebih lemah akan mengikis permintaan, pasokan bisa membengkak.
Beberapa anggota OPEC+ telah menyarankan kelompok tersebut untuk mempercepat peningkatan produksi minyak untuk bulan kedua pada Juni mendatang.
Selain itu, berakhirnya perang di Ukraina juga berpotensi menambah pasokan jika memungkinkan lebih banyak minyak Rusia mencapai pasar global.