Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Penerbitan Green Bond RI Masih Minim, OJK Beberkan Masalahnya

OJK beberkan alasan penerbitan surat utang dengan tema berkelanjutan seperti green bond masih minim di Indonesia.
Ekonomi hijau dan transisi energi/ilustrasi
Ekonomi hijau dan transisi energi/ilustrasi

Bisnis.com, JAKARTA — Penerbitan surat utang dengan tema berkelanjutan seperti obligasi hijau atau green bond di pasar modal Indonesia masih minim. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun membeberkan ragam alasannya.

Direktur Pengawasan Emiten dan Perusahaan Publik OJK M. Maulana mengatakan otoritas serta Bursa telah menyediakan instrumen penerbitan surat utang dengan tema berkelanjutan bagi emiten, mulai dari green bond hingga sustainability bond.

"Namun, dari catatan kami, green bond dan sustainability bond yang diterbitkan itu [kontribusinya] antara 6%-9% dari surat utang yang diterbitkan di pasar modal," ujar Maulana dalam acara Executive Forum pada Jumat (25/4/2025).

Kepemilikan green bond sebagian besar adalah perbankan, yakni 40%. Sisanya ada lembaga-lembaga jasa keuangan lainnya seperti asuransi.

Maulana mengatakan ragam porsi penerbitan green bond serta sustainability bond di pasar modal Indonesia memang tergolong kecil. Terdapat sejumlah tantangan yang menghinggapi.

"Memang menemukan investor yang bersedia masuk ke green bond dan sustainability bond serta punya awareness ini susah. Harus effort bersama," kata Maulana.

Investor masih mengharapkan imbal hasil atau return yang tinggi. Sementara, return di green bond atau sustainability bond tidak menjamin lebih tinggi dibandingkan surat utang konvensional.

Tantangan lainnya adalah sumber daya manusia. Kemudian, tingginya biaya di proyek-proyek green bond atau sustainability bond.

Selain itu, perlunya insentif bagi emiten penerbit. Ia menjelaskan emiten harus merogoh biaya tambahan dalam menerbitkan green bond serta sustainability bond, terutama dalam menilai proyek yang dijalankan sesuai kriteria.

"Maka perlu insentif bagi emiten misalnya dari sisi pajak," tutur Maulana.

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani membeberkan penerbitan green bond memiliki tantangan yang lebih besar dibandingkan dengan obligasi konvensional.

Dalam menerbitkan green bond, kata dia, akan ada proses meyakinkan pasar bahwa proyek yang mendasari obligasi tersebut adalah proyek yang benar-benar hijau.

“Itu adalah biaya tambahan untuk mengeluarkan instrumen semacam ini,” katanya pada 2022 lalu.

Di samping itu, Sri Mulyani mengatakan regulator pun harus merumuskan kebijakan untuk memberikan insentif pembiayaan, dikarenakan pasar untuk obligasi hijau belum tercipta dan belum efisien.

“Jadi pertanyaannya, kerangka regulasi dan kebijakan seperti apa yang dapat mengungkit sehingga pembiayaan ini, yang sebenarnya sangat potensial secara global, namun belum terwujud,” tuturnya.

Dia mengatakan, pasokan dan permintaan untuk obligasi hijau memang ada, namun belum menjadi kebutuhan di pasar.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ibad Durrohman
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper