Bisnis.com, JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah pada perdagangan awal pekan ini, Senin (24/2/2025) ke level Rp16.523 per dolar AS.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 0,13% atau 21,5 poin ke level Rp16.523. Sementara itu, indeks dolar AS terpantau naik 0,04% ke level 104,12.
Sama seperti rupiah, sejumlah mata uang Asia mengalami pelemahan. Yen Jepang misalnya melemah 0,31%, dolar Hong Kong melemah 0,01%, dolar Singapura melemah 0,01%, dolar Taiwan melemah 0,08%, dan won Korea Selatan melemah 0,22%.
Mata uang Asia lainnya pun mencatatkan pelemahan. Peso Filipina misalnya melemah 0,01%, yuan China melemah 0,1%, dan ringgit Malaysia melemah 0,26%.
Pada perdagangan sebelumnya, Jumat (21/3/2025), rupiah mengakhiri perdagangan dengan melemah 0,1% atau 16,5 poin ke level Rp16.501,5 per dolar AS.
Pengamat forex Ibrahim Assuaibi mengatakan terdapat sejumlah sentimen yang menyertai pergerakan rupiah. Dari luar negeri, pasar semakin yakin bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga lebih tinggi untuk waktu yang lebih lama pada tahun ini.
Pasar terlihat memperkirakan lebih sedikit peluang suku bunga turun dalam waktu dekat, terutama karena The Fed tidak mengubah suku bunganya dalam FOMC pekan ini.
Data klaim pengangguran juga menunjukkan ketahanan di pasar tenaga kerja, yang merupakan salah satu pertimbangan The Fed dalam memangkas suku bunga.
Dari dalam negeri, sentimen datang dari laporan lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investor Service yang menetapkan peringkat kredit atau sovereign credit rating atau SCR Indonesia pada level Baa2 dengan outlook stabil.
Moody's menilai bahwa permintaan domestik yang kuat khususnya dari konsumsi rumah tangga dan investasi menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 dan 2026.
Alhasil, pada perdagangan hari ini, Senin (24/3/2025), Ibrahim menilai mata uang rupiah diproyeksikan bergerak fluktuatif, namun ditutup melemah di rentang Rp16.490 - Rp16.550 per dolar AS.
Sebelumnya, dilansir dari Reuters, FX strategist di OCBC Christopher Wong megatakan rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di kawasan Asia tahun ini, turun lebih dari 2% terhadap dolar AS.
Faktor pendorongnya adalah karena investor khawatir akan keberlanjutan fiskal dan ketidakpastian seputar rencana belanja ambisius Presiden RI Prabowo Subianto. Selain itu, pergerakan rupiah dipengaruhi spekulasi mundurnya Menteri Keuangan RI Sri Mulyani.
Christopher juga menilai tensi perang tarif yang meningkat telah menghambat pertumbuhan dan perdagangan global, sekaligus mengikis kepercayaan pasar. Kondisi tersebut telah menekan mata uang Asia menjelang batas waktu tarif timbal balik pada 2 April 2025.
Investor juga mengurangi posisi short pada dolar Singapura dan rupiah ke level terendah sejak 11 Juli 2024 serta 12 Desember 2024.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.