Bisnis.com, JAKARTA — Indeks harga saham gabungan (IHSG) terus melorot pada perdagangan hari ini, Selasa (18/3/2025), hingga BEI menarapkan trading halt. Apa faktor penyebabnya?
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), hingga pukul 11.19 WIB, IHSG ambrol 325 poin atau -5,02% ke level 6.146,91. Di level itu, IHSG sudah anjlok lebih dari 13% dari level penutupan pada akhir 2024 di posisi 7.079,9.
Seiring dengan jebloknya IHSG lebih dari 5%, BEI melakukan pembekuan perdagangan bursa sementara atau trading halt. Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi Nurahmad menyampaikan telah terjadi pembekuan sementara perdagangan (trading halt) sistem perdagangan di Bursa pada pukul 11:19:31 waktu Jakarta Automated Trading System (JATS).
Trading halt itu dipicu penurunan IHSG mencapai 5%. Langkah BEI untuk melakukan trading halt sesuai dengan Surat Keputusan Direksi BEI Nomor: Kep-00024/BEI/03-2020 tanggal 10 Maret 2020 perihal Perubahan Panduan Penanganan Kelangsungan Perdagangan di Bursa Efek Indonesia dalam Kondisi Darurat.
"Perdagangan akan dilanjutkan pukul 11:49:31 waktu JATS tanpa ada perubahan jadwal perdagangan," tulisnya dalam keterangan resmi pada hari ini, Selasa (18/3/2025).
Baca Juga : IHSG Amblas 5%, BEI Lakukan Trading Halt |
---|
Setelah trading halt selama 30 menit berakhir, perdagangan saham di lantai bursa kembali dibuka. IHSG terpantau jatuh makin dalam dengan penurunan 389,39 poin atau 6,02% ke level 6.082,56.
Head of Research Kiwoom Sekuritas Liza Camelia Suryanata menilai terdapat sejumlah sentimen yang menyertai jebloknya IHSG. Salah satu sentimen misalnya terkait tingginya PHK massal mendekati hari raya Lebaran.
Kemudian, penetapan credit rating oleh Fitch, S&P, dan Moody's setelah downgrade Morgan Stanley serta Goldman Sachs.
Lalu, keputusan RDG Bank Indonesia disusul FOMC Meeting The Fed pekan ini terkait suku bunga masing-masing. Sentimen lainnya yakni rumor mundurnya dua menteri penting di dalam Kabinet Merah Putih.
Equity Research Analyst Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai APBN yang defisit pada awal tahun ini juga berpotensi mengganggu stabilitas fiskal, khususnya dari potensi penerbitan surat berharga negara (SBN) yang lebih masif untuk refinancing.
"Pelemahan ini juga mendorong downgrade-nya IHSG oleh analis asing, yang mendorong capital outflow," ujar Felix kepada Bisnis pada Selasa (18/3/2025).