Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah dibuka menguat ke posisi Rp16.405 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan hari ini, Jumat (14/3/2025).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka pada perdagangan dengan naik 0,14% atau 23 poin ke posisi Rp16.405 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar terlihat menguat 0,12% ke posisi 103,959.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS. Yen Jepang melemah 0,26%, dolar Singapura melemah 0,04%, yuan China melemah 0,08%, won Korea melemah 0,11%, dolar Taiwan melemah sebesar 0,07%, ringgit Malaysia melemah 0,26%, dan dolar Hong Kong melemah 0,02%.
Sementara itu, mata uang lainnya menguat yakni peso Filipina menguat 0,13%, baht Thailand menguat 0,12%, dan rupee India menguat 0,23%.
Pengamat Forex Ibrahim Assuaibi memprediksi bahwa mata uang rupiah pada hari ini, Jumat (14/3/2025) akan bergerak fluktuatif namun ditutup melemah direntang Rp16.420-Rp16.460.
Dia mengatakan bahwa pada perdagangan kemarin, Kamis (13/3/2025) mata uang rupiah ditutup menguat 24 poin ke level Rp16.428 setelah sebelumnya menguat 40 poin ke level Rp16.452.
Baca Juga
Ibrahim mengatakan bahwa dari eksternal, data Consumer Price Index (CPI) terbaca lebih rendah dari yang diharapkan pada Februari, terutama didorong oleh penurunan beberapa item yang mudah berubah, dengan hasil yang masih menunjukkan bahwa inflasi tetap kuat.
Pembacaan CPI ini tidak mencerminkan dampak dari tarif Donald Trump terhadap inflasi.
Namun, analis memperingatkan meskipun pergerakan pasar optimistis, kekhawatiran mendasar seperti ketegangan perdagangan dan ketidakpastian ekonomi global tetap ada, yang menunjukkan bahwa volatilitas pasar dapat terus berlanjut dalam waktu dekat.
Dia menjelaskan bahwa sebelumnya, bea masuk sebesar 25% yang diberlakukan Trump untuk baja dan aluminium mulai berlaku pekan ini. Donald Trump mengancam untuk meningkatkan perang dagang global dengan tarif lebih lanjut pada barang-barang Uni Eropa.
Sementara itu, dia mengungkap bahwa Eropa yang merupakan mitra dagang utama AS menyatakan akan membalas hambatan perdagangan yang telah ditetapkan oleh Presiden AS. Fokus Trump pada tarif telah mengguncang kepercayaan investor, konsumen, dan bisnis serta meningkatkan kekhawatiran resesi AS.
Menurut Ibrahim, saat ini pasar tertuju pada data indeks harga produsen pada Februari, yang akan dirilis untuk mendapatkan petunjuk lebih lanjut tentang inflasi AS. Inflasi yang lebih rendah memberi Federal Reserve lebih banyak ruang untuk memangkas suku bunga lebih lanjut, dengan pertemuan pekan depan.