Bisnis.com, JAKARTA – Emiten maskapai penerbangan PT Garuda Indonesia Tbk. (GIAA) dan PT AirAsia Indonesia Tbk. (CMPP) masih mencatatkan kinerja keuangan serta saham yang jeblok sejauh ini. Kemudian, muncul tantangan dari adanya maskapai baru di industri penerbangan RI.
Terbaru, perusahaan pengembang energi terbarukan, penerbangan, dan pertanian yang berkantor pusat di Singapura Calypte Holding Pte. Ltd., resmi mendaftarkan anak usaha baru melalui notaris pada 7 Maret 2025. Anak usaha bernama PT Indonesia Airlines Group itu bergerak di sektor aviasi.
Perusahaan ancang-ancang 20 armada pesawat yang didatangkan secara bertahap yang terbagi atas 10 unit pesawat berbadan kecil (Airbus A321neo atau A321LR) dan 10 unit pesawat berbadan lebar (Airbus A350-900 dan Boeing 787-9).
Sebelumnya, PT BBN Airlines Indonesia resmi meramaikan transportasi udara di Tanah Air pada akhir September 2024, meski saat ini memilih untuk fokus pada bisnis lain.
BBN Airlines Indonesia mengaku memfokuskan bisnis pada layanan penyewaan ACMI (aircraft, crew, maintenance, and insurance).
Di tengah kehadiran pesaing baru itu, kinerja keuangan serta saham emiten aviasi GIAA dan CMPP masih jeblok.
Baca Juga
Setidaknya sampai kuartal III/2024, kedua emiten masih membukukan rugi serta ekuitas yang negatif. Berdasarkan laporan keuangan, GIAA masih membukukan rugi bersih per kuartal III/2024 sebesar US$131,22 juta. Rugi bersih GIAA membengkak dibandingkan rugi bersih periode yang sama tahun sebelumnya US$72,38 juta.
Sementara, CMPP mencatatkan rugi bersih sebesar Rp598,57 miliar per kuartal III/2024, susut 31,62% secara tahunan (year on year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya rugi Rp875,42 miliar.
GIAA juga masih membukukan ekuitas negatif sebesar US$1,41 miliar per kuartal III/2024. Ekuitas negatif tersebut menandakan bahwa utang GIAA lebih besar dari asetnya. Kondisi tersebut juga menjadi tanda bahwa perseroan masih mengalami kesulitan keuangan.
Per kuartal III/2024 GIAA sendiri masih mempunyai jumlah liabilitas jangka pendek US$1,24 miliar melebihi aset lancarnya sebesar US$619 juta.
Begitu juga dengan CMPP yang masih membukukan ekuitas negatif Rp8,49 triliun per kuartal III/2024. CMPP memiliki aset sebesar Rp5,67 triliun, namun liabilitasnya mencapai Rp14,17 triliun.
Seiring dengan ekuitas negatif, GIAA dan CMPP pun mendapatkan notasi khusus E dari Bursa Efek Indonesia (BEI).