Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Investor Mencerna Data Inflasi AS, Bursa Asia Diprediksi Menghijau

Terbatasnya ruang bagi The Fed untuk memangkas suku bunga menjadi sentimen bagi bursa Asia untuk menguat pada perdagangan hari ini, Kamis (13/2/2025).
Papan saham elektronik menampilkan Nikkei 225 Stock Average di salah satu perusahaan sekuritas di Tokyo, Jepang, Senin, 5 Agustus 2024. / Bloomberg-Noriko Hayashi
Papan saham elektronik menampilkan Nikkei 225 Stock Average di salah satu perusahaan sekuritas di Tokyo, Jepang, Senin, 5 Agustus 2024. / Bloomberg-Noriko Hayashi

Bisnis.com, JAKARTA — Pasar saham Asia diprediksi menguat pada Kamis (13/2/2025) setelah data inflasi Amerika Serikat yang tinggi memicu spekulasi bahwa Federal Reserve tidak akan memiliki banyak ruang untuk memangkas suku bunga tahun ini.

Mengutip Bloomberg, indeks saham berjangka untuk Jepang, Australia, dan Hong Kong semuanya naik tipis setelah saham AS bertahan dalam kisaran yang ketat. S&P 500 ditutup 0,3% lebih rendah, sementara Nasdaq 100 yang sarat teknologi berhasil naik 0,1%. Indeks perusahaan China yang terdaftar di AS naik 2,7%.

Pengukur bulanan indeks harga konsumen atau inflasi AS naik 0,5% pada Januari, tertinggi sejak Agustus 2023. Sementara itu, inflasi inti—yang tidak termasuk biaya makanan dan energi—naik 0,4% pada Januari, juga lebih dari yang diantisipasi.

Adapun, secara tahunan (year on year/YoY) inflasi utama dan inti juga naik lebih dari yang diharapkan.

"Lebih tinggi untuk jangka panjang mungkin baru saja berlangsung sedikit lebih lama. The Fed telah menunggu tanda-tanda yang jelas bahwa inflasi kembali menurun, dan pagi ini mereka mendapatkan yang sebaliknya. Sampai itu berubah, pasar harus tetap bersabar tentang pemotongan suku bunga tambahan," kata Ellen Zentner di Morgan Stanley Wealth Management. 

Ketua The Fed Jerome Powell mengatakan data menunjukkan bahwa meskipun bank sentral telah membuat kemajuan substansial dalam mengendalikan inflasi, masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan.

"Jadi kami ingin mempertahankan kebijakan yang ketat untuk saat ini," katanya.

Seema Shah dari Principal Asset Management menilai bahwa laporan inflasi AS akan membuat The Fed tidak nyaman. Jika kenaikan inflasi AS berlanjut hingga beberapa bulan ke depan, kebijakan moneter berpotensi menjadi lebih ketat.

"Jika ini berlanjut hingga beberapa bulan ke depan, risiko inflasi mungkin menjadi terlalu berat untuk memungkinkan The Fed memangkas suku bunga sama sekali tahun ini," ujar Shah.

Pada pasar Asia, kumpulan data yang akan dirilis pada hari ini mencakup harga produsen untuk Jepang, keputusan suku bunga di Filipina, sementara data pasokan uang untuk China dapat dirilis kapan saja hingga tanggal 15 Februari 2025.

Pada perkembangan lain, Perdana Menteri India Narendra Modi akan bertemu Donald Trump di Gedung Putih pada Kamis (13/2/2025) waktu AS.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper