Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) mengumumkan hasil evaluasi penyesuaian ulang atau rebalancing terhadap sejumlah indeks utama, salah satunya indeks LQ45 pada Kamis (23/1/2025).
Bursa menyebut periode efektif konstituen indeks LQ45 yang baru akan berlaku mulai 3 Februari 2025 hingga 30 April 2025.
Dalam penyesuaian ulang kali ini, BEI memasukkan saham PT Ciputra Development Tbk. (CTRA), PT. Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA) dan PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA) ke dalam indeks paling likuid tersebut.
Sementara itu, konstituen yang keluar dari perhitungan indeks LQ45 di antaranya PT Bukalapak.com Tbk. (BUKA), PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. (INTP) hingga PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL).
Kocok ulang konstituen saham paling likuid ini belakangan menjadi krusial di tengah kinerja indeks sepanjang 2024 yang relatif minus terhadap pergerakan indeks harga saham gabungan atau IHSG. Seperti diketahui, indeks LQ45 berada di bawah capaian atau underperform terhadap IHSG yang juga terkoreksi 2,65% sepanjang 2024 ke level 7.079.
Sebelumnya, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar turut menyoroti peforma indeks LQ45 yang minus 15,6% sepanjang tahun 2024.
Mahendra menuturkan peforma minus indeks saham pilihan itu menunjukkan volatilitas yang tinggi dari pasar saham global sepanjang tahun lalu.
“Indeks LQ45 biasanya menjadi rujukan investasi fund manager global dan domestik justru melemah 15,6%,” kata Mahendra dalam pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia 2025 di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (2/1/2025).
Berdasarkan data Bloomberg, lima saham yang menjadi penekan utama LQ45 pada 2024 ialah saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) yang merosot 22,42%, PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM) -27,38%, PT Amman Mineral Internasional Tbk. (AMMN) -12,63%, PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA) -39,96%, dan saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. (GOTO) yang turun 17,65%.
Mahendra menggarisbawahi, perlu penguatan ekosistem pasar modal domestik untuk menjaga kinerja indeks saat ini.
“Untuk merealisasikan ruang dan potensi pertumbuhan pasar modal yang masih sangat besar diperlukan penguatan ekosistem pasar modal kita,” tuturnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.