Bisnis.com, JAKARTA – Dolar Amerika Serikat tertekan pada Rabu (15/1/2025) setelah data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan mengurangi kekhawatiran atas inflasi dan memperbesar peluang Federal Reserve memangkas suku bunga hingga dua kali tahun ini.
Melansir Reuters, Kamis (16/1/2025), indeks dolar AS yang mengukur kekuatan mata uang AS terhadap enam mata uang utama lainnya turun 0,1% ke level 109,07, setelah sempat menyentuh angka tertinggi dalam 26 bulan di 110,17 pada Senin.
Data dari Biro Statistik Tenaga Kerja menunjukkan indeks harga konsumen (IHK/CPI) naik 2,9% pada Desember 2024 secara year on year (YoY), sesuai ekspektasi para ekonom.
Inflasi inti, yang mengecualikan harga pangan dan energi, juga sesuai perkiraan namun lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya. Penurunan inflasi inti ini, ditambah data harga produsen yang dirilis Selasa, memicu pelemahan langsung pada dolar.
“Laporan inflasi yang lebih jinak ini membuat para trader mengurangi posisi panjang pada dolar,” ujar analis senior FX Street Joseph Trevisani.
Namun, Trevisani menekankan bahwa Federal Reserve kemungkinan akan sangat berhati-hati untuk memulai pemangkasan suku bunga sebelum benar-benar yakin bahwa inflasi sedang bergerak turun.
Baca Juga
Dengan kembalinya Presiden terpilih Donald Trump ke Gedung Putih pekan depan, sejumlah analis memprediksi kebijakan yang diusungnya akan mempercepat pertumbuhan ekonomi sekaligus memicu tekanan inflasi.
Kepala strategi valuta asing dan makro untuk wilayah Amerika di BNY Markets John Velis mencatat bahwa pasar akan memantau laporan inflasi berikutnya untuk melihat apakah tren perlambatan inflasi terus berlanjut.
Namun, ia menambahkan bahwa kebijakan pemerintahan baru kemungkinan akan mengubah banyak ekspektasi awal tahun.
"Kami memperkirakan Fed akan mempertahankan suku bunga pada pertemuan 29 Januari, dan baru mempertimbangkan pemangkasan suku bunga di paruh kedua tahun ini, tergantung pada progres disinflasi," tambah Velis.
Sementara itu, dolar melemah 0,93% terhadap yen Jepang ke 156,49 yen. Yen menguat setelah komentar Gubernur Bank of Japan Kazuo Ueda yang mengisyaratkan kemungkinan pengetatan kebijakan moneter jika kondisi ekonomi dan harga terus menunjukkan perbaikan.
Di Inggris, penurunan inflasi memberikan angin segar bagi poundsterling. Data menunjukkan inflasi merosot tak terduga bulan lalu, dengan ukuran inti pertumbuhan harga yang dipantau Bank of England mencatat penurunan lebih tajam. Pound naik 0,1% ke US$1,2229, sementara euro melemah 0,15% ke US$1,0299.
Di sisi lain, manajer portofolio valas BNP Paribas Asset Management Peter Vassallo mengatakan tren penguatan dolar tidak akan berakhir hanya karena laporan inflasi ini.
“Namun, situasinya mungkin menjadi lebih kompleks, dengan dolar yang tetap kuat terhadap mata uang Eropa, tetapi mungkin kehilangan keunggulan terhadap yen,” jelasnya seperti dikutip Reuters.