Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Asia terpantau menguat pada perdagangan Rabu (15/1/2025) pagi seiring dengan sikap pasar yang menunggu data inflasi utama AS untuk menjelaskan arah suku bunga Federal Reserve selama beberapa bulan mendatang.
Mengutip Bloomberg, beberapa bursa di Asia yang terpantau menguat di antaranya adalah Jepang dengan indeks Topix yang naik 0,41% ke 2.693,56. Selanjutnya, indeks Kospi Korea Selatan juga menguat 0,47% ke 2.509,509, sedangkan indeks S&P/ASX 200 Australia naik 0,31% ke level 8.256,90.
Bursa China juga berpotensi melanjutkan kenaikannya karena indeks saham daratan yang terdaftar di AS naik lebih dari 2% menyusul kabar tim ekonomi Presiden terpilih AS, Donald Trump sedang mempertimbangkan kenaikan tarif secara bertahap.
Dolar AS stabil setelah turun untuk pertama kalinya dalam enam sesi setelah laporan tarif, dan karena data menunjukkan bahwa inflasi grosir AS secara tak terduga mendingin.
Pasar kini menanti data indeks harga konsumen atau inflasi yang akan dirilis pada Rabu (15/1/2025) waktu setempat. Data tersebut kemungkinan akan menyebabkan riak lebih lanjut pada pasar global setelah para pedagang mendorong kembali taruhan pada pelonggaran Fed setelah tanda-tanda ekonomi AS yang kuat.
"Semua mata kini tertuju pada laporan CPI hari Rabu, yang mungkin merupakan pembacaan inflasi paling penting dalam ingatan baru-baru ini, karena akan memicu sentimen pasar yang terobsesi pada Fed," kata Chris Brigati di SWBC.
Baca Juga
Brigati menambahkan, angka inflasi yang kuat menambah gagasan tidak adanya pemangkasan pada 2025, dan bahkan berpotensi kenaikan suku bunga. Sementara itu, titik data inflasi yang lemah dapat membantu meredakan ketakutan pasar terhadap Fed.
Inflasi AS yang mendasarinya mungkin hanya sedikit mendingin pada penutupan tahun 2024 dengan latar belakang pasar kerja yang tangguh dan ekonomi yang kokoh, yang mendukung pendekatan Fed yang lambat untuk pemangkasan suku bunga lebih lanjut.
Imbal hasil obligasi AS atau US Treasury tenor 10 tahun turun satu basis poin dalam perdagangan awal di Asia. Beberapa pedagang obligasi bertaruh bahwa aksi jual tanpa henti pada Treasury akan segera kehilangan momentum, sebagian karena pertanyaan seputar bagaimana kebijakan Presiden terpilih Donald Trump akan terbentuk.
Di tempat lain di Asia, Bank Indonesia diperkirakan akan mempertahankan suku bunga acuan BI Rate di level 6% setelah melakukan intervensi berulang kali untuk menstabilkan mata uangnya selama bulan lalu.
“Lingkungan global yang tidak pasti menghadirkan kompleksitas tambahan pada dinamika fiskal dan moneter bank sentral di kawasan ini,” kata Alicia Chu, manajer portofolio di Standard Chartered Plc di Singapura.
Seiring dengan hal tersebut, Chu menyebut BI dapat memperpanjang jeda suku bunga dengan pemangkasan suku bunga sebesar 50 basis poin yang ditunda hingga semester II/2025.
Di Korea Selatan, pihak berwenang melakukan upaya kedua untuk menangkap presiden yang dimakzulkan Yoon Suk Yeol atas dekrit darurat militernya yang berlaku singkat pada bulan Desember.