Bisnis.com, JAKARTA - Harga emas melanjutkan tren kenaikan pada Selasa (14/1/2025) setelah data inflasi harga produsen AS yang lebih rendah dari ekspektasi membuka harapan bahwa Federal Reserve mungkin melanjutkan kebijakan pemotongan suku bunga tahun ini.
Melansir Reuters, Rabu (15/1/2025), harga emas di pasar spot menguat 0,3% ke US$2.671,27 per troy ounce, sementara kontrak berjangka emas AS mencatat kenaikan tipis 0,1% dan ditutup pada US$2.682,30 per troy ounce.
Data menunjukkan Indeks Harga Produsen (PPI) meningkat 3,3% pada Desember 2024 year on year (YoY) sedikit di bawah proyeksi 3,4% yang dihimpun oleh survei Reuters.
Analis senior Kitco Metals Jim Wyckoff mengatakan data PPI yang lebih rendah menggerus indeks dolar AS, membantu pasar logam mulia.
“Inflasi yang lebih rendah ini memberi sinyal bahwa The Fed mungkin memiliki ruang untuk menurunkan suku bunga lebih cepat," ujar Wyckoff.
Indeks dolar AS yang membandingkan greenback dengan enam mata uang utama, turun 0,14% menjadi 109,25, sedikit di bawah level tertinggi 26 bulan di 110,17 yang tercapai pada Senin (13/1).
Baca Juga
Fokus investor kini tertuju pada data inflasi indeks harga konsumen (IHK/CPI) yang akan dirilis Rabu. Data inflasi ini akan memberikan petunjuk lebih lanjut tentang langkah kebijakan moneter The Fed.
Jajak pendapat Reuters memproyeksikan inflasi AS naik 2,9% YoY, naik dari 2,7% pada November, dengan kenaikan bulanan sebesar 0,3%.
"Kami membutuhkan tanda-tanda inflasi yang terus mereda untuk mendukung ekspektasi pemotongan suku bunga," kata Phillip Streible, kepala analis Blue Line Futures.
Saat ini, pasar memprediksi The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 29,4 basis poin pada akhir tahun, menurut data yang dikumpulkan oleh LSEG.
Sebagai aset lindung nilai terhadap inflasi, emas cenderung kehilangan daya tariknya saat suku bunga meningkat karena tidak menghasilkan imbal hasil.
Presiden terpilih Donald Trump akan kembali menjabat pada 20 Januari, dengan janji menerapkan tarif perdagangan yang diperkirakan para analis akan memicu perang dagang dan menyalakan kembali inflasi.
UBS mengungkapkan bahwa meskipun penguatan dolar dan imbal hasil obligasi Treasury AS yang tinggi akan menjadi tantangan bagi emas pada paruh pertama tahun ini, permintaan untuk logam mulia ini sebagai alat diversifikasi portofolio diharapkan tetap kuat.