Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak dunia mencatat kenaikan ke level tertinggi dalam empat bulan seiring dengan ekspektasi bahwa sanksi AS yang lebih luas terhadap minyak Rusia akan memaksa pembeli di India dan China untuk mencari pemasok lain.
Mengutip Reuters pada Selasa (14/1/2025), harga minyak jenis Brent naik1,6% atau US$1,25 ke level US$81,01 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik US$2,25, atau 2,9%, menjadi US$78,82.
Hal itu membuat harga Brent maupun WTI mencatat level tertingginya sejak Agustus 2024 lalu dan melanjutkan tren jenuh beli atau overbought untuk hari kedua berturut-turut.
Harga Brent dan WTI juga tercatat telah naik lebih dari 6% selama tiga sesi perdagangan terakhir. Hal tersebut membuat premi kontrak bulan depan atas kontrak berjangka dengan tanggal jatuh tempo berikutnya atau time spread, melonjak ke level tertinggi dalam beberapa bulan.
Dengan meningkatnya minat terhadap pasar energi, total volume kontrak berjangka Brent di Intercontinental Exchange naik ke level tertinggi pada 10 Januari sejak mencapai rekor pada Maret 2020. Open interest dan total volume kontrak berjangka WTI di New York Mercantile Exchange naik ke level tertinggi sejak Maret 2022.
Snalis PVM, Tamas Varga mengatakan, ada kekhawatiran nyata di pasar tentang gangguan pasokan. Dia mengatakan, skenario terburuk untuk minyak Rusia tampaknya merupakan skenario yang realistis.
Baca Juga
"Namun, tidak jelas apa yang akan terjadi saat Donald Trump menjabat Senin depan," ujarnya.
Sementara itu, Goldman Sachs memperkirakan bahwa kapal-kapal yang menjadi sasaran sanksi baru mengangkut 1,7 juta barel minyak per hari (bpd) pada tahun 2024, atau 25% dari ekspor Rusia. Bank tersebut semakin memperkirakan proyeksinya untuk kisaran harga Brent $70-$85 akan condong ke arah positif.
"Tidak seorang pun akan menyentuh kapal-kapal yang tercantum dalam daftar sanksi atau mengambil posisi baru," kata Igho Sanomi, pendiri perusahaan perdagangan minyak dan gas Taleveras Petroleum.
Sementara itu, perusahaan penyulingan minyak asal China dan India tengah mencari pasokan bahan bakar alternatif karena mereka beradaptasi dengan sanksi baru AS terhadap produsen dan kapal tanker Rusia yang dirancang untuk mengekang pendapatan eksportir minyak terbesar kedua di dunia.
Setidaknya 65 kapal tanker minyak telah berlabuh di beberapa lokasi, termasuk di lepas pantai China dan Rusia, sejak Amerika Serikat mengumumkan paket sanksi baru.
Banyak kapal tanker yang disebutkan telah digunakan untuk mengirim minyak ke India dan China setelah sanksi Barat sebelumnya, dan batasan harga yang diberlakukan oleh negara-negara Kelompok Tujuh (G7) pada 2022 mengalihkan perdagangan minyak Rusia dari Eropa ke Asia. Beberapa kapal juga telah memindahkan minyak dari Iran, yang juga sedang dikenai sanksi.
Enam negara Uni Eropa meminta Komisi Eropa untuk menurunkan batasan harga yang dikenakan pada minyak Rusia oleh negara-negara G7. Uni Eropa beralasan hal itu akan mengurangi pendapatan Moskow untuk melanjutkan perang tanpa menyebabkan guncangan pasar.
Sementara itu, di Timur Tengah, para mediator memberi Israel dan Hamas draf akhir kesepakatan untuk mengakhiri perang di Gaza setelah terobosan tengah malam dalam pembicaraan yang dihadiri oleh utusan Joe Biden dan Donald Trump. Sentimen ini dapat mengurangi sebagian premi risiko pasokan yang terbentuk di pasar minyak global.
Efek Sanksi AS
Rusia mengatakan bahwa sanksi-sanksi terhadap negaranya berisiko mengacaukan pasar global, dan mereka akan berusaha melawannya.
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov mengatakan AS akan terus berusaha melemahkan posisi perusahaan-perusahaan rusia dengan cara-cara yang tidak kompetitif.
"Ketapi kami berharap bahwa kami akan dapat melawannya,” kata Peskov seperti dikutip Reuters.
AS juga menjatuhkan sanksi terhadap perusahaan asuransi kapal Rusia, Ingosstrakh, dan penyedia asuransi lainnya, Alphastrakhovanie.
Sementara itu, harga tanker minyak melonjak pada hari Senin karena sanksi AS terhadap perdagangan minyak bumi Rusia mengancam untuk memotong pasokan kapal sekaligus memaksa para pedagang untuk mencari sumber minyak mentah alternatif.
Pada Jumat, sepuluh hari sebelum Donald Trump mengambil alih jabatan presiden, Biden memberikan sanksi kepada sekitar 160 kapal tanker minyak Rusia. Ini berarti sekitar 10% dari armada pengangkut minyak mentah saat ini terdampak sanksi tersebut.
Harga tanker melonjak 39%, kenaikan terbesar sejak Agustus, mengikuti reli saham-saham pemilik kapal-kapal pengangkut minyak terbesar di dunia.
Kenaikan ini hanyalah salah satu contoh bagaimana sanksi-sanksi mengancam mengganggu rantai pasokan minyak bumi Rusia. Sebagian besar kapal tanker yang dikenai sanksi oleh AS pada putaran sebelumnya belum memuat kargo apa pun sejak saat itu, dan skala besar.
Langkah terbaru ini telah mendorong kenaikan harga minyak Brent lebih dari US$4 per barel.
Bahkan sebelum sanksi diterapkan, para penyuling di India dan China mencari penjual minyak mentah lain di Timur Tengah di tengah kekhawatiran akan hilangnya pasokan dari Rusia dan Iran.
Pada Senin, seorang pejabat senior di India mengatakan bahwa negara tersebut berencana untuk menolak kapal tanker minyak yang dikenai sanksi oleh AS.