Bisnis.com, JAKARTA — Mata uang rupiah menguat ke posisi Rp16.208,5 per dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan akhir pekan ini, Jumat (10/1/2025).
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka menguat 0,05% atau 8,5 poin ke posisi Rp16.208,5 per dolar AS. Pada saat yang sama, indeks dolar melemah 0,02% ke posisi 109,15.
Sejumlah mata uang kawasan Asia lainnya bergerak variatif terhadap dolar AS. Yen Jepang dan rupee India masing-masing melemah 0,01% saat mata uang lainnya mencatatkan penguatan.
Sepeti diketahui, dolar Hong Kong dan dolar Singapura masing-masing menguat 0,03% dan 0,02%. Selanjutnya, dolar Taiwan dan won korea Selatan turut menguat masing-masing 0,09% dan 0,01%.
Selain itu, peso Filipina dan yuan China turut mencatatkan penguatan masing-masing 0,25% dan 0,01%. Adapun, ringgit Malaysia dan baht Thailand menguat masing-masing 0,16% dan 0,03%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pergerakan rupiah itu dipengaruhi sejumlah sentimen.
Baca Juga
Dari luar negeri, imbal hasil obligasi AS terus meningkat saat Presiden AS terpilih Donald Trump mempertimbangkan untuk mengumumkan keadaan darurat ekonomi nasional guna memberikan landasan hukum bagi serangkaian tarif universal terhadap sekutu dan musuh.
Kondisi di AS juga meningkatnya keyakinan bahwa suku bunga akan turun lebih lambat tahun ini.
Lalu, investor mengantisipasi kebijakan Trump seperti deregulasi dan pajak yang lebih rendah yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, ada kekhawatiran bahwa kebijakan tersebut, bersama dengan tindakan tarif dapat menyebabkan percepatan kembali inflasi.
Pasar saat ini memperkirakan penurunan suku bunga The Fed hanya 39 basis poin pada 2025. Adapun, pemangkasan suku bunga pertama kemungkinan akan terjadi pada Juni 2025.
Ibrahim memperkirakan rupiah bakal ditutup melemah di rentang Rp16.200 sampai dengan Rp16.250 hari ini.
Sementara itu sentimen domestik yang memengaruhi kurs di antaranya keikutsertaan Indonesia ke dalam BRICS bisa dinilai sebagai upaya memperkuat hubungan tidak hanya dengan China, tapi dengan Brasil dan Afrika Selatan maupun negara Timur Tengah.
Indonesia juga berpeluang untuk berpartisipasi dalam solidaritas negara Global South dalam mengurangi hegemoni Barat.
Akan tetapi, ketidakpastian ekonomi global karena perang dagang antara China dan AS, dikhawatirkan mengganggu stabilitas ekonomi di beberapa negara, termasuk berimbas ke Indonesia. Ditambah lagi adanya ancaman Trump pada negara anggota BRICS apabila melakukan dedolarisasi.