Bisnis.com, JAKARTA - Indeks saham utama di Wall Street melanjutkan pelemahannya pada awal tahun ini. Adapun, aksi penembakan di New Orleans memperburuk selera investor di AS.
Aksi sell off di bursa AS sudah terjadi untuk hari kelima berturut-turut. Indkes Nasdaq 100 sempat melemah lebih dari 1%, indeks S&P 500 melemah 0,2%, dan indeks Dow Jones Industrian Average (DJIA) tergerus 0,4%. Saham Tesla Inc. bahkan anjlok lebih dari 20% yang menjadi biang kerok pelemahan indeks.
Adapun, penyebab harga saham Tesla turun karena perseroan tidak mencapai estimasi penjualan kuartal IV/2024 dan penjualan tahunan juga turun untuk pertama kalinya dalam sedekade terakhir.
Analis Morgan Stanley Wealth Management Lisa Shalett mengatakan kinerja emiten pada 2025 ini akan masuk mode "berjuang". Dia mengingatkan juga saham teknologi jumbo atau the Magnificent Seven akan cenderung melempem.
"Saham-saham itu [the Magnificent Seven] bisa ditransaksikan langsung sepaket dan bisa menekan pasar pada 2025," kata Shalett, dikutip Bloomberg pada Jumat (3/1/2025).
Namun demikian, dia menegaskan perkiraan itu masih terlalu awal untuk terjadi pada tahun baru ini. Adapun, Santa Claus Rally yang tidak terjadi tahun ini telah membuat hari pertama perdagangan saham tidak bergeliat pada Januari 2025.
Ekonom Goldman Sachs yang dipimpinpin Jan Hatzius mengatakan tantangan penyesuaian musiman bisa membuat klaim pengangguran lebih volatil pada saat liburan dari sisi makroekonomi.
Belum lagi, serangan saat perayaan tahun baru di New Orleans mencuri perhatian terkait dengan keamanan domestik AS. Hal ini juga terjadi kurang dari sebulan menjelang pelantikan Donald Trump menjadi Presiden AS.
Sementara itu, data Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan IHSG menguat sebesar 1,18% atau 83,3 poin ke level 7.163,2 pada Kamis (2/1/2025). IHSG bermanuver pada rentang terendah 7.088,32 dan mencatatkan level tertinggi harian saat penutupan perdagangan.
Secara historis dalam 5 tahun terakhir, IHSG cenderung mengalami koreksi secara bulanan pada Januari. IHSG turun tipis 0,16% secara bulanan pada Januari 2023 dan terkoreksi 0,89% pada Januari 2024.
Analis Maybank Sekuritas Fath Aliansyah mengatakan bahwa pasar saham di Indonesia memiliki peluang untuk tersengat January Effect, meski peluangnya tidak tinggi. January Effect merupakan kecenderungan terjadinya kenaikan harga saham pada Januari setelah periode liburan akhir tahun sejalan dengan aksi beli investor pada awal tahun.
"Mengenai angka statistik selama 10 tahun terakhir, Januari memiliki probabilitas 50% untuk mengalami kenaikan [harga saham]," katanya ketika dihubungi Bisnis, Kamis (2/1/2024).
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.