Bisnis.com, JAKARTA – PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mengungkapkan ada 3 perusahaan mercusuar atau lighthouse dengan kapitalisasi pasar minimal Rp3 triliun, yang masuk antrean (pipeline) penawaran umum perdana saham atau IPO pada 2025.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna menjelaskan bahwa tiga perusahaan tersebut berasal dari sektor basic materials, energi, dan kesehatan.
“Perusahaan lighthouse ada tiga. Prosesnya di tahun ini, tetapi karena kelengkapan laporan keuangan dan dokumen membuat dia [perusahaan] masuk tahun berikutnya [2025],” ujar Nyoman saat ditemui di Gedung BEI, Jakarta, Senin (30/12/2024).
Sepanjang tahun ini, setidaknya 41 emiten telah melakukan pencatatan saham perdana. Jumlah ini lebih sedikit dari target BEI yakni 62 emiten. Dengan demikian, total perusahaan tercatat kini sebanyak 943 perusahaan.
Berdasarkan data EY Global IPO Trends 2024, jumlah pencatatan saham baru di BEI menempati peringkat ke-10 di dunia dari sisi jumlah IPO. Adapun total penggalangan dana IPO saham tercatat mencapai Rp14,3 triliun.
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berkomitmen terus meningkatkan kualitas perusahaan tercatat. Langkah perbaikan itu salah satunya ditempuh dengan merevisi sejumlah aturan terkait penawaran umum perdana saham.
Baca Juga
Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, Aditya Jayaantara, menuturkan otoritas tengah menyusun peraturan baru yang kini telah berada dalam tahap perundangan di Kementerian Hukum.
“Kondisi yang saat ini terjadi, kita lihat banyak yang sudah delisting, tidak beroperasi, dan sebagainya. Kami sedang menyusun POJK dan sekarang sudah dalam dalam tahap pengundangan di Kementerian Hukum,” ucap Aditya.
Untuk mencegah IPO tidak berkualitas, dia menambahkan bahwa OJK akan mengoptimalisasi fungsi dan peran lembaga penunjang pasar modal. Salah satunya dengan melihat kualitas dari wakil penjamin efek calon emiten.
Di sisi lain, Direktur Utama BEI Iman Rachman menyatakan pihaknya bersama dengan OJK tengah mendiskusikan revisi aturan IPO, semisal, terkait peningkatan free float perusahaan berekuitas di atas Rp2 triliun menjadi lebih dari 10%.
“Kedua terkait dengan minimal operasional, bahwa perusahaan itu minimal beroperasi, yang sekarang ini mungkin setahun, kami perpanjang jadi lebih dari setahun. Ini jadi fokus dari Bursa dan OJK untuk membuat perusahaan secara fundamental bisa lebih terukur ketika tercatat,” ucap Iman.
__________
Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas segala kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.