Bisnis.com, JAKARTA – Dolar Amerika Serikat (AS) masih berada pada jalur penguatan tahunan nyaris 7% pada Jumat (27/12/2024) karena pelaku pasar mengantisipasi pertumbuhan ekonomi AS yang kuat akan membuat Federal Reserve berhati-hati dalam penurunan suku bunga hingga tahun 2025.
Melansir Reuters, indeks dolar AS yang melacak pergerakan greenback terhadap mata uang utama lainnya menguat 0,08% ke level 108,16, mendekati kenaikan bulanan 2,2% dan berada di jalur untuk menutup tahun ini dengan kenaikan 6,6% sejak awal 2024.
Dolar AS juga menguat 5,5% terhadap yen Jepang dan 11,8% sepanjang 2024, sementara terhadap euro masih mendekati posisi terendah dua tahun.
Awal bulan ini, Ketua Federal Reserve Jerome Powell mengatakan bahwa para pejabat bank sentral AS akan berhati-hati sebalum melakuan pemangkasan suku bunga Fed Fund Rate (FFR) lanjutan pada 2025, setelah kembali memangkas suku bunga acuan tersebut sebesar 25 bps pada pertemuan terakhir tahun ini.
Perekonomian AS juga menghadapi dampak dari Presiden terpilih Donald Trump yang akan mulai menjabat awal 2025. Trump telah mengusulkan deregulasi, pemotongan pajak, kenaikan tarif, dan kebijakan imigrasi yang lebih ketat yang dipandang oleh para ekonom sebagai kebijakan yang pro-pertumbuhan dan inflasi.
Sementara itu, pelaku pasar mengantisipasi bahwa Bank of Japan akan mempertahankan pengaturan kebijakan moneternya yang longgar dan Bank Sentral Eropa akan melakukan penurunan suku bunga lebih lanjut.
Baca Juga
Yen pada hari Jumat berada di sekitar level yang terakhir terlihat di bulan Juli, di 157,76 per dolar AS, sementara euro diperdagangkan di US$1,042, sedikit di atas level terendah sekitar US$1,04 yang dicapai pada 18 Desember.
Para pelaku pasar memperkirakan penurunan suku bunga AS sebesar 37 bps pada tahun 2025, tanpa ada penurunan yang sepenuhnya diperhitungkan hingga bulan Juni, di mana pada saat itu ECB diperkirakan akan menurunkan suku bunga deposito sebesar satu poin persentase penuh menjadi 2% karena ekonomi zona euro melambat.
Sementara itu, BoJ menahan diri menaikkan suku bunga bulan ini. Gubernur BoJ Kazuo Ueda mengatakan bahwa ia lebih memilih untuk menunggu kejelasan mengenai kebijakan Trump, menggarisbawahi meningkatnya kekhawatiran di antara bank-bank sentral di seluruh dunia mengenai tarif AS yang memukul perdagangan global.
Untuk saat ini, dominasi ekuitas AS dalam indeks dunia dan mata uang yang lebih lemah di Asia dan Eropa yang membantu mendorong eksportir telah mencegah kebijakan moneter AS yang lebih ketat membebani saham global.
Perubahan Haluan
Sementara itu, meskipun pasar saham terus menguat usai Trump terpilih dalam pilpres AS, analis mengatakan bahwa pasar dapat berubah arah karena investor kembali dari liburan dan menilai kembali risiko peningkatan inflasi AS di bawah Trump.
“Alasan-alasan yang kredibel untuk kegembiraan (diimbangi) dengan valuasi yang tinggi dan sejumlah hal yang tidak diketahui. (Kami) tidak akan terkejut melihat reli Trump memudar, meskipun untuk sementara,” kata manajer portofolio Gabelli Funds John Belton seperti dilansir Reuters.
Di pasar obligasi, ekspektasi suku bunga AS yang lebih tinggi menarik imbal hasil obligasi Treasury AS bertenor 10 tahun, yang naik seiring turunnya harga sekuritas pendapatan tetap, ke level tertinggi sejak awal Mei pada hari Jumat, di 4,607%.
Imbal hasil Treasury dua tahun diperdagangkan di sekitar 4,33%. Tren surat utang AS juga membuat imbal hasil zona euro lebih tinggi, dengan imbal hasil obligasi Jerman bertenor 10 tahun naik 5 basis poin (bps) menjadi 2,372% pada Jumat.
Di pasar komoditas, harga emas melemah 0,2% ke US$2.628 per troy ounce dan menguat sekitar 28% sepanjang 2024. Penguatan ini merupakan kinerja tahunan terkuat sejak 2011 karena kekhawatiran geopolitik dan inflasi mendorong aset safe haven.
Sementara itu, harga minyak menguat tipis dan bersiap untuk kenaikan mingguan karena investor menunggu berita tentang upaya stimulus ekonomi di China, importir minyak terbesar di dunia. Minyak mentah berjangka Brent naik tipis 0,1% menjadi US$72,52 per barel.