Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah analis dan pengamat pasar modal mengatakan terdapat beberapa opsi yang bisa diambil untuk menjaga kepentingan investor ritel setelah putusan pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) alias Sritex inkrah di Mahkamah Agung (MA).
Pakar pasar modal sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy menilai SRIL mesti mempertimbangkan investor strategis anyar untuk melakukan restrukturisasi.
“Dijual kepada strategic investor dengan harga yang optimal dan investor baru melakukan restrukturisasi dan minta haircut, penurunan harga tingkat bunga atau moratorium bunga dan atau perpanjangan tenor kepada para krediturnya,” kata Budi saat dihubungi, Sabtu (21/12/2024).
Di sisi lain, Budi menilai opsi untuk konversi utang menjadi saham relatif sulit untuk dilakuan. Dia beralasan harga saham SRIL saat ini tidak merefleksikan realitas nilai perusahaan.
“Harga saham sudah tidak merefleksikan realitasnya,” tuturnya.
Seperti diketahui, MA menolak permohonan SRIL lewat sidang putusan kasasi yang dibacakan langsung Ketua Majelis Hakim Agung Hamdi pada Rabu (18/12/2024).
Baca Juga
Belakangan, tim kurator Sritex mengumumkan daftar harta dan tagihan sementara dari perkara kepailitan Sritex dan entitas afiliasinya itu.
Total utang yang diajukan mencapai Rp32,63 triliun per 13 Desember 2024. Tercatat utang tanpa jaminan dari kreditor konkruen diajukan paling besar.
Totalnya mencapai Rp24,73 triliun. Sedangkan utang berjaminan alias kreditor separatis mencapai Rp7,2 triliun. Sedangkan sisanya berasal dari kreditor preferen seperti kantor pajak dan karyawan.
Di sisi lain, Customer Literation and Education PT Kiwoom Sekuritas Indonesia Vinko Satrio Pekerti berpendapat opsi konversi utang menjadi saham masih bisa ditempuh SRIL untuk menyelematkan investor ritel.
Vinko beralasan skema pelunasan utang itu bisa mendorong homologasi dengan kreditur.
“Opsi tersebut melibatkan aksi korporasi yang melibatkan konversi utang menjadi saham atau aset lainnya,” kata dia.
Sampai akhir tahun ini, mayoritas saham SRIL dipegang oleh PT Huddleston Indonesia dengan kepemilikan sebanyak 12.072.841.076 (59,03%) dan masyarakat 8.158.734.000 (39,89%).
Di jajaran direksi dan komisaris, Iwan Setiawan Lukminto memiliki 109.116.884 lembar saham (0,53%), Iwan Kurniawan Lukminto memegang 107.636.884 lembar saham (52%).
Sementara itu, Vonny Imelda Lukminto, Margaret Imelda Lukminto dan Lenny Imelda Lukminto, ketiganya memegang saham dengan persentase masing-masing 0,010%.
Sebelumnya, Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan, pihaknya menghormati putusan MA tersebut dan telah melakukan konsolidasi internal. Pihaknya memutuskan untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK).
“Upaya hukum ini kami tempuh, agar kami dapat menjaga keberlangsungan usaha, dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi 50.000 karyawan yang telah bekerja bersama-sama kami selama puluhan tahun,” kata Iwan melalui keterangan resminya, Jumat (20/12/2024).
Selama proses pengajuan kasasi ke MA, Iwan menerangkan bahwa Sritex telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan usahanya, dan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), sebagaimana pesan disampaikan pemerintah.
“Kami berupaya semaksimal mungkin menjaga situasi perusahaan agar tetap kondusif, di tengah berbagai keterbatasan gerak akibat status pailit kami. Upaya kami tidak mudah karena berkejaran dengan waktu, juga keterbatasan sumber daya,” tuturnya.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.