Bisnis.com, JAKARTA — Pasar saham Indonesia masih mencatatkan dana keluar atau capital outflow hingga akhir bulan ini. Dalam sepekan perdagangan terakhir, dana asing telah lari dari pasar Indonesia sebesar Rp3,89 triliun.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pasar saham Indonesia masih mencatatkan nilai jual atau net sell asing sebesar Rp3,89 triliun sepanjang periode perdagangan 25 - 29 November 2024.
Larinya dana asing pada pekan ini melanjutkan tren dalam sebulan perdagangan. Pada perdagangan pekan sebelumnya, telah tercatat net sell asing di pasar saham Indonesia sebesar Rp3,65 triliun. Dalam sebulan perdagangan, tercatat net sell asing mencapai Rp15,26 triliun di pasar saham Indonesia.
Seiring dengan larinya dana asing dari pasar saham Indonesia, indeks harga saham gabungan (IHSG) pun masih lesu. Dalam sepekan perdagangan, IHSG turun 1,45% atau 104,69 poin ke level 7.114,27 pada penutupan perdagangan, Jumat (29/11/2024).
Adapun, dalam sepekan perdagangan terakhir, deretan saham mencatatkan net sell asing jumbo. Saham-saham kelompok bank dengan modal inti (KBMI) IV misalnya mencatatkan net sell asing dengan nilai besar.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. (BBRI) mencatatkan net sell asing sebesar Rp2,13 triliun dalam sepekan perdagangan. Seiring dengan catatan net sell, harga saham BBRI pun turun 4,92% dalam sepekan ke level Rp4.250 per lembar.
Baca Juga
Lalu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI) mencatatkan net sell asing sebesar Rp249 miliar dalam sepekan perdagangan. Harga sahamnya pun jeblok 6,46% dalam sepekan ke level Rp6.150.
PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA) mencatatkan net sell asing sebesar Rp185 miliar dalam sepekan perdagangan. Harga saham BBCA sendiri turun 1,72% dalam sepekan ke level Rp10.000 per lembar.
PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) atau yang sebelumnya Adaro Energy juga mencatatkan net sell asing besar yakni Rp522,1 miliar. Catatan net sell asing ADRO terjadi di tengah jebloknya harga saham 44,83% dalam sepekan ke level Rp2.080 per lembar. Harga saham ADRO pun sempat menyentuh auto reject bawah (ARB).
Sementara itu, larinya dana investor asing atau capital outflow di pasar saham Indonesia didorong oleh sentimen penguatan dolar AS setelah kemenangan Donald Trump dalam Pilpres AS.
Dilansir Bloomberg, dolar AS yang menguat dan imbal hasil Treasury AS yang lebih tinggi telah mendatangkan malapetaka pada aset pasar di negara berkembang seperti Indonesia dalam beberapa pekan terakhir. Penyebabnya, kekhawatiran kebijakan Donald Trump yang meningkatkan inflasi AS bisa memaksa The Fed meredam penurunan suku bunganya.
“Apa yang awalnya menjadi pendorong utama bagi Asean, seperti dolar AS yang lebih rendah karena suku bunga dan inflasi yang lebih rendah, dalam beberapa bulan menjelang pemilihan AS telah berubah menjadi hambatan,” kata Head of Research di Valverde Investment Partners Pte. Niklas Olausson dikutip dari Bloomberg pada beberapa waktu lalu.
Olausson menambahkan, khusus Indonesia saat ini masih kekurangan katalis positif di level makro untuk bisa menarik kembali dana asing tersebut. Dia pun melihat pemerintah baru di Indonesia saat ini masih memerlukan waktu untuk implementasi sejumlah kebijakan.
Adapun, diharapkan beberapa kebijakan pemerintah bisa menarik kembali dana asing yang sempat keluar saat ini. "Tidak mengejutkan investor melakukan penyesuaian portofolio," ujarnya.