Bisnis.com, JAKARTA — Bursa Efek Indonesia (BEI) merancang perubahan aturan penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) bagi calon emiten dengan ekuitas lebih dari Rp2 triliun.
Direktur Utama BEI Iman Rachman mengatakan usulan tersebut sedang didiskusikan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan diharapkan dapat disetujui pada awal tahun depan.
Lebih terperinci, BEI mengusulkan agar perusahaan yang memiliki ekuitas lebih dari Rp2 triliun atau US$126 juta melaksanakan IPO dengan porsi minimal 10% dari total valuasi perusahaan.
Aturan itu bakal merevisi ketentuan saat ini bahwa jumlah saham yang dilepas dalam IPO minimal 10% dari total saham bagi perusahaan dengan ekuitas lebih dari Rp2 triliun.
"Kami mengusulkan lebih dari 10% [dari proceed IPO]," kata Iman seperti dilansir dari Bloomberg, Selasa (26/11/2024).
Melansir Bloomberg, rencana untuk merevisi peraturan pencatatan saham muncul setelah penghapusan PT Barito Renewables Energy Tbk. (BREN) dari indeks FTSE Russell pada September lalu karena dinilai kepemilikan sahamnya terkonsentrasi pada empat pemegang saham.
Keputusan FTSE itu memicu aksi jual saham BREN akibat munculnya kekhawatiran di kalangan investor mengenai kecukupan likuiditas saham.
"Inilah yang segera kami lakukan. Ini adalah pelajaran yang dapat dipetik dari apa yang terjadi di pasar. Ini adalah persyaratan yang menjembatani sebelum proposal kami disetujui," katanya.
Menurutnya, persyaratan baru ini dapat membantu meningkatkan gairah pasar saham, dengan pencatatan saham baru bisa melampaui target bursa sebanyak 62 emiten baru untuk tahun ini.
Iman mengatakan bahwa sejauh ini hanya 39 perusahaan yang telah melantai di bursa hingga November 2024. Menurutnya, lesunya IPO disebabkan karena kegelisahan seputar Pemilihan Umum (Pemilu) dan transisi kepemimpinan di Indonesia.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa ada 25 perusahaan calon emiten yang akan IPO dalam pipeline BEI.
"Bursa menargetkan 66 perusahaan yang akan IPO pada 2025 dengan perusahaan yang akan mencatatkan sahamnya setelah ketidakpastian atas pemerintahan baru mereda," ujarnya.
Dia mengatakan meski saat ini masih adanya beberapa tantangan, termasuk hasil Pilpres di Amerika Serikat (AS) dan laju pemangkasan suku bunga oleh bank sentral.
"Kami masih yakin jumlah IPO pada 2025 akan lebih baik dari tahun ini," tambahnya.