Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Top 5 News Bisnisindonesia.id: Momen Saham Rebound hingga Peluang dari Risiko Fintech

Masih ada peluang sejumlah saham untuk rebound hingga mencari peluang di tengah risiko tinggi fintech.
Pegawai beraktivitas di dekat layar pergerakan saham di gedung PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. Masih ada peluang sejumlah saham untuk rebound hingga mencari peluang di tengah risiko tinggi fintech menjadi berita pilihan BisnisIndonesia.id. Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai beraktivitas di dekat layar pergerakan saham di gedung PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Jakarta. Masih ada peluang sejumlah saham untuk rebound hingga mencari peluang di tengah risiko tinggi fintech menjadi berita pilihan BisnisIndonesia.id. Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah sektor saham diproyeksi akan diuntungkan dan berisiko rugi seiring dengan sentimen eksternal seperti kebijakan Presiden terpilih Donald Trump hingga ekonomi China.

Manager Research & Consulting PT Infovesta Kapital Advisori Nicodimus Anggi Kristiantoro menilai, empat sektor yang akan diuntungkan adalah sektor perbankan dan keuangan, sektor pertanian dan perkebunan, sektor energi yaitu minyak dan gas, dan sektor pariwisata.

“Dari sisi ketahanan, karena sektor perbankan dan keuangan adalah cerminan makro ekonomi satu negara, jadi apabila ekonomi Indonesia masih tumbuh apalagi dengan jabatan presiden terbaru itu akan mendorong sektor ini lebih menarik,” katanya dalam Webinar, Selasa (12/11/2024).

Menurutnya, sektor energi khususnya minyak dan gas akan terdampak sentimen kebijakan Donald Trump saat menjabat sebagai Presiden Amerika Serikat (AS).

Artikel tentang pasar saham yang berpeluang naik menjadi salah satu berita pilihan BisnisIndonesia.id hari ini, Rabu (13/11/2024). Selain berita tersebut, beragam kabar ekonomi dan bisnis yang dikemas secara mendalam dan analitik juga tersaji dari meja redaksi BisnisIndonesia.id. Berikut ulasannya:

 

Berburu Investor Global untuk Transisi Energi RI

Konferensi Perubahan Iklim (Conference of the Parties/COP) ke-29 yang berlangsung di Baku, Azerbaijan, pada 11—22 November 2024 menjadi momentum bagi Indonesia untuk menunjukkan komitmennya berkontribusi dalam pengendalian perubahan iklim global yang saat ini tengah mengalami krisis.

Tak hanya itu, konferensi tahunan yang mempertemukan negara-negara anggota yang meratifikasi United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) tersebut juga menjadi peluang bagi Indonesia untuk mencari pendanaan dalam upaya melakukan transisi energi dan pengurangan emisi di dalam negeri.

Utusan Khusus Indonesia untuk Conference of the Parties (COP) 29 Hashim S. Djojohadikusumo mengungkapkan bahwa Indonesia berencana menawarkan peluang kepada investor internasional untuk membangun 75 gigawatt (GW) pembangkit listrik energi terbarukan (EBT) di negara ini dalam 15 tahun ke depan.

“Akan ada 100 GW energi baru yang akan diterapkan oleh pemerintahan baru dalam 15 tahun ke depan, di mana 75% atau 75 GW adalah energi terbarukan,” kata Hashim, Selasa (12/11/2024).

 

Langkah Pemerintah Turunkan Harga Rumah Agar Terjangkau

Berbagai cara dilakukan pemerintah menurunkan ongkos produksi rumah yang akan berdampak pada harga rumah terutama untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Pasalnya, salah satu penyebab masih tingginya angka backlog yang berdasarkan data BPS mencapai 9,9 juta unit dikarenakan mahalnya harga rumah.

Dalam program 3 juta rumah, Kementerian Perumahan dan Kawasan Permukiman berupaya untuk mendapatkan tanah gratis ataupun dengan harga murah sebagai lokasi pembangunan rumah rakyat.

Pasalnya, selama ini komponen biaya tanah menyumbang 30% dari harga rumah, sedangkan biaya material konstruksi dan jasa serta biaya perpajakan dan perizinan sebesar 21%.

 

Peluang Reborn Pasar Saham di Akhir Tahun

Head of Investment Nawasena Abhipraya Investama Kiswoyo memprediksi bahwa IHSG akan bergerak direntang Rp7500-Rp7700 hingga akhir tahun.  Kondisi tersebut didorong konsumsi domestik yang akan besar pada akhir tahun bertepatan dengan libur Natal dan tahun baru.

“Jadi seharusnya pertumbuhan ekonomi juga terdampak, full year tahun ini di atas 5% ya,” ucapnya kepada Bisnis. 

Dia mengatakan bahwa saham-saham yang berpeluang untuk melakukan window dressing  di antaranya, yaitu kode saham TLKM, ASII, BBRI, dan BBNI.  Berdasarkan catatan Bisnis, window dressing adalah manuver yang seringkali dilakukan oleh perusahaan terbuka, bank, reksa dana, serta perusahaan finansial lainnya dengan menghias diri sebelum menyerahkan laporan kinerja kepada klien atau pemegang saham.

Momen ini sering terjadi di akhir tahun.  Kemudian, analis Herditya merekomendasikan saham yang dapat dicermati oleh investor adalah, saham perbankan seperti BBRI, BRIS, BMRI, serta properti SMRA, dan CTRA.

 

Dana China Siap-siap Kabur dari Pasar Finansial AS

Ancaman ketidakpastian yang makin terasa bagi China setelah terpilihnya Donald Trump bakal memicu kewaspadaan terhadap penarikan utang dolar China di pasar keuangan AS.

Pemerintah AS telah membekukan hampir separuh dari cadangan devisa Bank Rusia setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022.

Hal itu menjadi pengingat bagi China bahwa cadangan devisanya yang menjadi terbesar di dunia, juga dapat terpengaruh oleh sanksi AS.

Dikutip South China Morning Post, data Administrasi Negara Valuta Asing China menunjukkan cadangan dolar China mencapai US$3,261 triliun per Oktober.

 

Mencari Peluang di Tengah Tingginya Risiko Fintech

Industri fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online masih memiliki keyakinan tinggi akan pertumbuhan bisnis yang didukung oleh sejumlah indikator, kendati tak terlepas dari sejumlah tantangan.

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Tiar Karbala mengatakan, fintech  P2P lending di Indonesia memiliki prospek menjanjikan, serta berperan penting untuk menjangkau segmen masyarat yang belum tersentuh oleh layanan pembiayaan bank.

“Dengan inovasi teknologi, proses pembiayaan akan semakin efisien dan terjangkau, dan memungkinan fintech lending untuk dapat berperan lebih besar dalam mendorong pertumbuhan UMKM dengan menyediakan akses pembiayaan yang lebih mudah dan cepat,” kata Tiar kepada Bisnis, dikutip Selasa (12/11/2024).

Tiar mengatakan, kualitas kredit yang dipengaruhi oleh stabilitas ekonomi global dapat berdampak pada industri P2P lending. Hingga September 2024, terdapat 22 penyelenggara P2P lending mencatatkan kredit macet (TWP90) di atas 5%. Jumlah itu setara 22,68% dari total 97 penyelenggara P2P lending yang saat ini terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper