Bisnis.com, JAKARTA — Perusahaan tekstil asal Sukoharjo PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) resmi dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang, Senin (21/10/2024). Lalu, dengan pernyataan pailit ini, apakah BEI akan menendang saham SRIL keluar dari Bursa?
Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia (BEI) I Gede Nyoman Yetna menjelaskan berdasarkan ketentuan III.1 Peraturan Bursa I-N, delisting atas suatu saham dapat terjadi karena dua hal.
"Pertama, perusahaan tercatat mengalami suatu kondisi atau peristiwa yang signifikan, berpengaruh negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan tercatat, baik secara finansial atau secara hukum, dan perusahaan tercatat tidak dapat menunjukkan indikasi pemulihan yang memadai," kata Nyoman, Kamis (24/10/2024).
Delisting juga bisa terjadi karena saham perusahaan tercatat telah mengalami suspensi efek, baik di pasar reguler dan pasar tunai, dan/atau di seluruh pasar, paling kurang selama 24 bulan terakhir atau dua tahun.
Nyoman melanjutkan Bursa telah melakukan Penghentian Sementara Perdagangan Efek SRIL di Seluruh Pasar sejak tanggal 18 Mei 2021 hingga saat ini. Suspensi ini karena adanya Penundaan Pembayaran Pokok dan Bunga MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 ke-6.
"Dengan demikian SRIL telah memenuhi kriteria untuk dilakukan Delisting karena supensi atas efek SRIL telah mencapai 42 bulan," ucap Nyoman.
Baca Juga
Sehubungan dengan pemberitaan mengenai putusan pailit SRIL, kata Nyoman, Bursa telah menyampaikan permintaan penjelasan dan reminder kepada SRIL untuk menyampaikan keterbukaan informasi kepada publik, mengenai tindak lanjut dan rencana SRIL terhadap putusan pailit. Permintaan penjelasan tersebut termasuk upaya SRIL untuk mempertahankan going concern-nya.
Nyoman juga mengatakan dalam melakukan pemantauan atas perusahaan tercatat, Bursa melakukan beberapa upaya perlindungan investor ritel.
Salah satu upaya tersebut melalui pengenaan notasi khusus dan penempatan pada Papan Pemantauan Khusus apabila perusahaan tercatat memenuhi kriteria-kriteria tertentu. Kriteria tersebut sebagaimana diatur dalam Peraturan Bursa I-X tentang Penempatan Pencatatan Efek bersifat Ekuitas pada Papan Pemantauan Khusus.
Nyoman berharap hal tersebut bisa menjadi kesadaran awal bagi investor atas potensi adanya permasalahan pada perusahaan tercatat.
Sementara itu, pada emiten yang terkena suspensi, baik karena sanksi maupun suspensi karena penyebab lainnya, maka upaya perlindungan investor ritel dilakukan melalui beberapa hal.
Perlindungan tersebut antara lain dengan menyampaikan reminder delisting kepada Perusahaan Tercatat yang telah dilakukan suspensi atas efeknya selama 6 bulan. Lalu menyampaikan undangan hearing, permintaan penjelasan mengenai upaya perbaikan penyebab suspensi, serta rencana bisnis ke depan.
Selanjutnya, emiten wajib menyampaikan update progress rencana perbaikan tersebut setiap bulan Juni dan Desember. Bursa juga akan melakukan pengumuman potensial delisting setiap 6 bulan, yang di dalamnya mencantumkan informasi mengenai masa suspensi, susunan manajemen dan pemegang saham terakhir, serta kontak yang bisa dihubungi.
Nyoman juga menyebut dalam melakukan pemantauan terhadap SRIL, Bursa telah melakukan pengumuman potensi delisting setiap enam bulan sejak November 2021.
Berdasarkan POJK 3/2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal dan SE OJK No. 13/SEOJK.04/2023, disebutkan apabila delisting dilakukan emiten karena kondisi yang berpengaruh pada kelangsungan usaha, maka emiten wajib mengubah status menjadi perusahaan tertutup.
Emiten juga diwajibkan melakukan buyback atas saham publik dengan ketentuan dan harga sebagaimana diatur dalam POJK 3/2021 dan SE OJK tersebut.