Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Direktur PT Essa Industries Indonesia Tbk. (ESSA) Kanishk Laroya memperkirakan kinerja keuangan perseroan pada semester II/2024 relatif tumbuh seperti capaian sepanjang paruh pertama tahun ini.
Emiten afiliasi TP Rachmat dan Garibaldi ‘Boy’ Thohir itu memperkirakan pasar amonia dan liquid petroleum gas (LPG) cenderung stabil mengikuti tren posisi semester I/2024.
“Sama sih kalau kita lihat market amonia dan LPG tidak akan terlalu meningkat semester II,” kata Kanishk kepada Bisnis.com, dikutip Kamis (17/10/2024).
Kanishk mengatakan pasar dua komoditas itu sampai akhir tahun ini belum mampu mengulangi capaian pada 2022 lalu. Menurut dia, saat itu harga amonia dan LPG terkerek tajam akibat sentimen perang Rusia & Ukraina.
Adapun, ESSA meraup laba bersih US$20,6 juta pada semester I/2024, naik 418% secara tahunan (year-on-year/YoY). Peningkatan laba itu terkait erat dengan tren kenaikan harga amonia sepanjang kuartal kedua 2024.
ESSA melaporkan pendapatan perseroan sebesar US$151,6 juta pada semester I/2024, turun 10% YoY dibandingkan US$168,2 juta pada periode yang sama 2023.
Baca Juga
Walaupun demikian, ESSA mampu meningkatkan EBITDA menjadi US$61,6 juta, meningkat 48% YoY yang disebabkan oleh peningkatan produksi serta efisiensi biaya.
ESSA menyebutkan volume produksi amonia pada semester I/2024 tercatat lebih tinggi dari periode yang sama 2023. Sementara itu, kilang LPG mencatatkan pencapaian 5 tahun operasional tanpa trip pada kuartal II/2024.
Di sisi lain, Kanishk menambahkan, perseroan telah memasuki tahap akhir untuk studi tahap dua proyek blue ammonia. Selanjutnya, kata dia, perseroannya bakal mulai mengkaji ongkos pengembangan proyek tersebut.
“Menurut kami [kebutuhan investasi] top limit-nya mungkin sekitar US$200 juta dari sisi market untuk blue ammonia belum ada, baik di Indonesia maupun ekspor,” kata dia.
Sebelumnya, sejumlah analis menilai positif prospek kinerja saham ESSA dalam jangka menengah sampai panjang.
ESSA belakangan didorong katalis positif komitmen pemerintah untuk meningkatkan investasi pada kilang liquefied petroleum gas (LPG) di dalam negeri.
Selain itu, potensi penguatan harga amonia global ikut diungkit sentimen perang di Timur Tengah serta stimulus bank sentral China, People’s Bank of China (PBOC).
“Secara fundamental, meskipun ESSA mengalami penurunan pendapatan hingga 53,3% YoY dan laba bersih menurun tajam sebesar 75,3% pada 2023, rasio keuangannya masih menunjukkan kinerja yang solid dibandingkan industri,” kata Founder Stocknow.id Hendra Wardana saat dihubungi, Kamis (17/10/2024).
Seperti diketahui, ESSA mencatatkan net profit margin (NPM) kuartal kedua sebesar 13,36% dan return on equity (ROE) sebesar 12,61%. Selain itu, debt to equity ratio (DER) berada di level yang relatif rendah 29%.
Hendra mengatakan rasio itu mengindikasikan ESSA mampu mengelola efisiensi operasional dengan baik dibandingkan dengan perusahaan di industri sejenis.
Kendati demikian, valuasi saham ESSA saat ini terbilang overvalued, dengan price earning ratio (PER) sebesar 21,82 kali dibandingkan dengan industri yang berada di level 13,49 kali.
“Hal ini mengindikasikan bahwa investor mungkin sudah memperhitungkan potensi pertumbuhan di masa depan, khususnya dari prospek investasi kilang LPG yang didorong oleh kebijakan pemerintah,” kata Hendra.
Dia berpendapat investor masih menaruh perhatian yang positif pada ESSA kendati valuasi yang relatif mahal saat ini. Alasannya, ESSA masih memiliki potensi yang positif jangka panjang.
“Saham ESSA tetap menarik bagi investor dengan pandangan jangka menengah hingga panjang, dengan target resistance di level 1090,” kata dia.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.