Bisnis.com, JAKARTA — PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) memproyeksikan peluang pertumbuhan pasar obligasi Indonesia saat suku bunga acuan turun.
Berdasarkan Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode 17—18 September 2024, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 25 basis poin menjadi 6%. Hal itu menjadi penurunan suku bunga pertama sejak Agustus 2022.
Selain itu, bank sentral Amerika Serikat (AS), The Fed menurunkan suku bunga acuannya 50 basis poin ke level 4,75%-5,0%.
Portfolio Manager, Fixed Income MAMI Laras Febriany mengatakan langkah tersebut dipandang sebagai awal dari siklus pemangkasan suku bunga yang dapat terjadi hingga 2025 atau 2026. Kondisi tersebut menjadi bentuk normalisasi kebijakan setelah sebelumnya suku bunga meningkat drastis untuk menahan laju inflasi global.
Ia menyatakan siklus pemangkasan suku bunga memang secara historis berdampak positif bagi pasar obligasi. Pada empat siklus pemangkasan suku bunga BI sebelumnya yang terjadi pada 2011, 2016, 2019, dan 2020 secara rata-rata indeks BINDO mencatat kinerja positif 18%.
Turunnya suku bunga juga cenderung berdampak langsung terhadap pasar obligasi karena hubungan yang erat antara suku bunga, imbal hasil obligasi, dan harga obligasi. Instrumen obligasi juga diminati ketika suku bunga turun karena investor dapat mengunci imbal hasil di level tinggi.
Baca Juga
Di sisi lain, Indonesia memiliki profil ekonomi yang menarik di antara negara berkembang lain, didukung oleh tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi yang stabil, inflasi rendah, tingkat utang negara rendah, kondisi politik stabil, dan tingkat imbal hasil obligasi yang tinggi. Kondisi tersebut menjadikan daya tarik investor asing untuk masuk ke pasar obligasi Indonesia.
"Dengan profil yang menarik itu, faktor kunci bagi investor adalah pada stabilitas nilai tukar rupiah, karena pelemahan nilai tukar akan menggerus potensi imbal hasil bagi investor asing, membuat obligasi Indonesia kurang menarik, dan pada akhirnya dapat membuat arus dana asing berbali," ujarnya dalam keterangan tertulis pada Jumat (20/9/2024).
Menurutnya, dimulainya siklus pemangkasan suku bunga The Fed juga diperkirakan dapat menjadi iklim yang suportif bagi rupiah dan bisa menarik arus dana asing masuk ke pasar obligasi Indonesia lebih lanjut.
Pasar obligasi sendiri sudah konsisten mencatat kinerja positif sejak periode Juli – Agustus dan terlihat masih terus berlanjut. Sementara itu, nilai tukar rupiah cenderung terus menguat, saat ini di kisaran Rp15.340 per 18 September 2024, dan arus dana investor asing ke pasar obligasi pun meningkat.
Menurut Laras, pasar obligasi masih memiliki peluang yang menarik. Obligasi menawarkan potensi capital gain dan elemen stabilitas bagi portofolio investor.
Kelas aset obligasi secara historis mencatat kinerja baik dalam periode pemangkasan suku bunga, sehingga dapat menjadi opsi bagi investor untuk mendapatkan potensi capital gain memasuki periode pemangkasan suku bunga global.
Di sisi lain, pasar tidak bergerak dalam garis lurus, selalu saja ada dinamikanya, oleh karena itu karakter obligasi yang defensif memberikan elemen stabilitas untuk menjaga keseimbangan portofolio investor.
________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual obligasi. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.