Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS Hari Ini, Masih Tertekan?

Nilai tukar rupiah hari ini berpeluang menguat bila mampu menembus Rp16.320 dengan sejumlah katalis positif, Rabu (26/6/2024).
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menata uang tunai di Cash Center PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI), Jakarta, Kamis (14/3/2024). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Live Timeline

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah hari ini berpeluang menguat bila mampu menembus Rp16.320 dengan sejumlah katalis positif, Rabu (26/6/2024).

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali ditutup menguat pada Selasa (25/6/2024) dan menyentuh level Rp16.375. Penguatan rupiah terjadi di tengah kenaikan greenback.

Mengutip data Bloomberg, rupiah ditutup menguat 19 poin atau 0,12% menuju level Rp16.375 per dolar AS. Adapun indeks dolar AS juga naik 0,03% ke posisi 105,50.

Sementara itu, mata uang lain di Asia mayoritas ditutup menguat. Yen Jepang, misalnya menguat sebesar 0,08%, lalu won Korea 0,13%, dan rupee India sebesar 0,05%. Adapun peso Filipina serta baht Thailand menguat 0,08% dan 0,05%.

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan rupiah akan bergerak fluktuatif tetapi kembali ditutup menguat pada rentang Rp16.320 – Rp16.400 per dolar AS pada perdagangan hari ini, Rabu (26/6/2024).

Dia menuturkan data inflasi AS pada Mei lalu menunjukkan tanda-tanda positif, meskipun tekanan harga masih relatif tinggi. 

Di sisi lain, Indeks Manajer Pembelian (PMI) yang kuat sepanjang Juni juga mengindikasikan bahwa ekonomi AS masih tangguh, sehingga The Fed kemungkinan besar akan mempertahankan suku bunga tinggi secara lebih lama. 

“Fokus minggu ini adalah pada data indeks harga PCE, ukuran inflasi pilihan The Fed, yang akan dirilis pada hari Jumat. Data ini diperkirakan akan menunjukkan inflasi sedikit menurun namun tetap jauh di atas target tahunan 2%,” ujarnya Selasa (25/6/2024). 

Sementara itu, jajaran menteri China terlibat dalam dialog dengan pejabat Jerman terkait potensi pengurangan atau pencabutan tarif yang akan berlaku pada Juli mendatang. 

Pada saat bersamaan, Ibrahim menuturkan bahwa Kanada turut mempertimbangkan pembatasan impor kendaraan listrik dari China. Keputusan itu sejalan dengan kebijakan AS dan Uni Eropa sehingga berisiko meningkatkan ketegangan perdagangan. 

“Langkah ini dapat memperburuk hubungan yang sudah tegang antara China dan negara-negara Barat, yang telah membebani sentimen pasar Asia dalam beberapa sesi terakhir,” tuturnya. 

Dari dalam negeri, Bank Dunia memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan stabil pada 2025 dan tahun-tahun mendatang, dengan proyeksi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) rata-rata 5,1% per tahun dari 2024 hingga 2026. 

Proyeksi ini didorong oleh peningkatan belanja masyarakat, investasi bisnis, dan permintaan konsumen yang stabil. Namun, Indonesia menghadapi tantangan dari meredanya lonjakan harga komoditas, peningkatan volatilitas harga pangan dan energi, serta ketidakpastian geopolitik.

Dalam perkembangan lain, kenaikan harga telah mendorong inflasi Indonesia mencapai 2,8% pada Mei 2024, naik dari 2,6% pada Januari 2024. Kondisi iklim yang buruk mengurangi hasil panen beras dalam negeri, mempengaruhi harga pangan secara luas. 

“Bank Dunia memperkirakan Bank Indonesia akan mulai menurunkan suku bunga tahun depan, sementara pemerintah meningkatkan belanja sosial dan investasi publik di tengah penurunan pendapatan karena meredanya lonjakan harga komoditas,” tutur Ibrahim. 

Pada April 2024, Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan menjadi 6,25%. Kenaikan ini terjadi saat bank sentral negara-negara maju menunda penurunan suku bunga, memicu keluarnya portofolio dan arus investasi yang menyebabkan tekanan pada mata uang di Indonesia.  

Disclaimer: Berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab atas kerugian atau keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Pandu Gumilar
Editor : Pandu Gumilar
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper